Azzainiyyah: KH. Zezen Zainal Abidin Bazul Asyhab: kiayi yang sering di sapa akrab dengan panggilan ajengan Zezen ini lahir pada tanggal 17-02-1955.
Sosok kiayi kharismatik dan tidak pern...
As-Saffaat 35-36
Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka:
(Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah)
mereka menyombongkan diri,dan mereka berkata:
"Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sembahan-sembahan kami karena seorang penyair gila?"
11/03/2012
11/01/2012
Adab murid terhadap diri sendiri
Yang juga harus
diperhatikan oleh seorang murid, yakni adab terhadap dirinya sendiri yang antara lain :
1. Selalu merasa bahwa dirinya senantiasa dilihat/diawasi oleh Alloh Swt dalam
segala keadaan, sehingga dapat tersibukk an oleh lafadz Alloh … Alloh … sekalipun
sedang melakukan pekerjaan (duniawi) ;
2. Mencari teman bergaul yang baik dan tidak bergaul dengan orang yang buruk
perilakunya ;
3. Tidak tamak mengharapkan sesuatu yang ada pada orang lain ;
4. Tidak berlebihan didalam hal makan dan berpakaian ;
5. Tidak tidur didalam keadaan junub (berhadas besar) ;
6. Hendaknya suka melanggengkan wudlu ;
7. Menyedikitkan tidur, terlebih dalam waktu sahur (1/3 malam terakhir) ;
8. Tidak suka mujadalah (berdebat) dalam masalaah ilmu, karena hal itu bisa
menjadikan ghoflah (alalai) kepada Alloh Swt dan menjadikan/mengakibatkan
buta/gelap hati ;
9. Suka duduk-duduk bersama saudaranya (se jama’ah thoriqoh) ketika hatinya sedang
gundah dan menceritakan adab berthoriqoh ;
10. Tidak suka tertawa terbahak-bahak ;
11. Tidak suka membahas perilaku seseorang dan tidak suka bertengkar ;
12. Merasa takut terhadapa siksa Alloh Swt dan senantiasa memohon ampunannya. Dan
jangan pernah merasa bahwa amal dan dzikirnya sudah bagus . -
09/01/2012
Tasawwuf dan Kenyataan Sejarah
Introspeksi arti tasawuf meliputi misi, visi, pertumbuh an, factor pendorong kemunculan,
dan posisinya sebagai bagian dari epistimologi ; Ada beberapa definisi tasawuf, antara lain
didefinisikan sebagai bukan gerak lahir dan bukan pengetahuan, tetapi kebijakan ; Al-Junaidi
al-Baghdadi menyatakan bahwa tasawuf adalah penyerahan diri kepada Alloh ; Ada juga yang
berpendapat bahwa tasawuf adalah makan sedikit demi mencari kedamaian dalam Dzat Alloh
dan menarik diri dari khalayak ramai ;
Kalau membaca terus definisi -definisi tasawuf yang ada, kita bias terjebak dalam satu
pojok : Tasawuf, kalau begitu sama dengan zuhud ; tasawuf berarti lapar ; Ada yang
mengatakan bahwa agar kita tidak cepat dimasuki syetan, kita harus mengosongkan perut
sehingga mudah mengendalikan diri ; Akan tetapi ada juga yang secara bers eloroh mengatakan,
justru perut harus diisi agar syetan tidak bias masuk ; Ada yang menyimpulkan bahwa tasawuf
pada intinya adalah zuhud ; Tasawuf, seolah -olah hanya terkait dengan urusan akhirat , tidak
dengan dunia ; reaksinya pada dunia adalah negative dan mengharuskan hidup miskin ;
Adakah tasawuf memang demikian ???
Tampaknya kita harus berkunjung ke sarang para sufi ; sebab, belajar tasawuf hanya
mendengar saja, sama artinya dengan tidak belajar ; seperti halnya ketika kita belajar
mengemudi mobil hanya melalui ceramah saja, tanpa praktik ;
Definisi-definisi diatas, tidak menjelaskan tasawuf yang sebenarnya. Definisi tersebut
hanya petunjuk saja. Tujuan tasawuf tidak akan dapat difahami dan dijelaskan dengan persepsi
apapun, filosofis maupun yang lain. Hanya ke’arifan hati yang mampu memahami sebagian dari
banyak seginya. Diperlukan suatu pengalaman rohani yang tidak bergantung pada methode -
methode indra ataupun pemikiran.
Timbulnya tasawuf dalam Islam bukan sesuatu yang aneh, bahkan wajib ; Kurang ke-
Islamannya apabila seseorang tidak mengambil tasawuf ; Nabi saw sebelum menjadi Rasul …
adalah seorang sufi,; Beliau saw hidup sederhana, memikirkan kebenaran, merenungkan alam
dan bertapa (Uzalah).
Fazlur Rohman mengatakan bahwa permulaan gerakan sufi berhubungan dengan satu
kelompok muslim yang senang melakukan bertapa ; Mereka senang membaca al -Qur’an dengan
cara menangis ; Mereka juga senang bercerita dan cerita-cerita mereka sangat mempengaruhi
para pendengarnya ; Akan tetapi yang penting disin i adalah bahwa Nabi saw sebelum menjadi
Rasul maupun sesudahnya … adalah seorang sufi. ; Demikian juga halnya para shohabat beliau
saw ; Hanya saja, waktu itu belum dikenal yang namanya tasawuf. Urutan riyadlohnya belum
dikodifikasikan dan belum dibuat rumusan-rumusan.
Sekarang, tasawuf sudah menjadi berbagai thoriqoh, methode -methodenya sudah begitu
teratur. Di zaman Rasul saw dan para shohabat, tasawuf belum seperti sekarang. Namun, pada
essensinya mereka sama dengan para sufi zaman -zaman selanjutnya.
Banyak orang belum begitu faham tentang apa itu tasawuf dan apa itu thoriqoh.
Konsekwensinya, kalau kita ingin mengambil tasawuf, pasti kita mengambil thoriqoh, sebab
pengamalan tasawuf ada dalam berbagai thoriqoh . ; Apabila tasawuf hanya diartikan sebaga i
banyak puasa, tidak mau diajak korupsi, atau hanya diartikan sebagai suatu sikap keilmuan,
orang tidak perlu ikut/masuk thoriqoh ; Akan tetapi , apabila tasawuf sudah mencapai
pengertiasn riyadloh (latihan dengan menempuh berbagai tingkatan tertentu), or ang harus
mengambil thoriqoh. Harus ada bentuknya, apapun namanya, Qodiriyah, Naqsabandiyah,
dsbnya.
Hal ini penting bila menghadapi anggapan orang yang mengatakan bahwa thoriqoh atau
tasawuf bukan ajaran Islam atau bid’ah ; sebelum menjadi Rasul, Nabi M uhammad saw adalah
seorang sufi ; Para shohabat yang tinggal di Shuffah -pun tidak diusir oleh Nabi saw , bahkan
Nabi saw meminta para shohabat yang lain untuk membantu memberi makan mereka .
Ajaran tawakkal didalam al -Qur’an mendorong timbulnya tasawuf ya ng bercirikan
zuhud. Tawakkal adalah penyerahan diri. Pentingnya pengalaman spiritual yang ditekankan
didalam al-Qur’an juga memberikan pengaruh bagi timbulnya tasawuf.
Menurut Fazlur Rohman, Nabi saw benar-benar diperintah oleh Alloh Swt menjadi rosul
setelah Beliau saw menyaksikan sesuatu melalui pengalaman -pengalaman spiritual ; Jadi,
kesadaran ke-Rasulan justru dimulai dari pengalaman spiritual ; Fazlur Rohman melihat ayat -
ayat yang berisi hal-hal spiritual umumnya sebagai ayat -ayat yang diturunkan di Makkah ;
Jarang dijumpai ayat-ayat Madaniyah yang berisi pentingnya pengalaman -pengalaman spiritual.
Kenyataan ini mengharuskan adanya dasar -dasar keyaqinan dari dorongan pengalaman
spiritual terlebih dahulu yang kelak akan menjadi landasan bagi pembangu nan ummat Islam di
Madinah . Pengalaman spiritual termasuk sikap tawakkal dan hidup sederhana, bermuara dari
zuhud ; Faktor paling dominant yang menyebabkan timbulnya gerakaan tasawuf adalah ajaran
zuhud didalam Islam ; ZUHUD = hidup sederhana .
Perkembangan tasawuf mempunyai makna yang khusus ketika muncul guru -guru sufi ;
Pada tahap pertama, berjalanlah tasawuf dalam arti zuhud dan ibzdzh-ibzdzh sunnah . Hal ini
sudah terjadi di zaman Nabi saw ; Tahap kedua muncul guru -guru sufi yang sudah mencapai
tingkatan tinggi. Mereka mengajarkan wirid dan thoriqohnya. ; Sebelum masa al-Ghozali-pun,
jenis-jenis thoriqoh ; Lalu ada perkembangan yang sangat berarti di zaman al -Ghozali ayang
berjalan cukup panjang . Pada masa itu tasawuf sudah berbeda dari sebelumnya , karena sudah
bercampur dengan filsafat.
Di kalangan Syi’ah, tradisi tasawuf kuat sekali, disertai dengan filsafat dan fiqih ortodoks
yang kokoh. Fikiran Syi’ah memang agak ganjil. Fiqih Syi’ah kadang -kadang tampak rasional
dan kadang-kadang tampak kaku sekali. Filsafat mereka juga kadang -kadang rasional sekali dan
kadang-kadang justru bercampur dengan irfan sehingga tidak tampak lagi cirri rasionalnya.
Kesimpulannya, bahwasanya tasawuf memang sudah ada sejak zaman Nabi saw, namun
sa’at itu belum di modifikasi seperti pada sa’at ini. Jadi … bagi siapapun yang tidak sefaham
dengan doktrin tasawuf, apalagi sampai berkata bahwa tasawuf itu bid’ah, berarti dia tidak
membaca dan memetik intisari sejarah yang penuh hikmah dan arti .
FITNAH
Fitnah adalah cobaan dan ujian.
Dosa syirik disebut fitnah dan kekufuran juga dise-but fitnah. Alloh berfirman dalam kitab-Nya:
"Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi." (Al-Baqarah: 193)
Yaitu sehingga tidak ada lagi syirik dan kekufuran.
Dalam ayat lain Alloh berfirman:
"Kalau (Yatsrib) diserang dari segala penjuru, ke-mudian diminta kepada mereka supaya murtad, niscaya mereka mengerjakannya." (Al-Ahzab: 14)
Namun istilah fitnah lebih banyak diucapkan un-tuk sesuatu berupa bala dan cobaan yang kerap kali memperdaya dan menyimpangkan banyak orang dari jalan yang lurus. Sementara mereka tidak mampu mengatasinya, akhirnya mereka larut bersama bala dan cobaan tersebut. Itulah cobaan dan bala yang menye-satkan yang sangat dikhawatirkan Rasululloh shallAllohu 'alaihi wasallam atas umatnya. Dalam sebuah hadits shahih beliau bersabda:
"Menjelang hari Kiamat nanti bakal terjadi fitnah-fitnah seperti potongan malam kelam. Pada saat itu seseorang beriman pada pagi hari dan menjadi kafir pada sore harinya, beriman pada sore hari dan menjadi kafir pada pagi harinya. Ia menjual agamanya dengan materi dunia." (HR: Abu Dawud dan Ibnu Majah)
Maknanya apabila fitnah tersebut telah menimpa seseorang, ia akan terpedaya dan selanjutnya sesat serta menyimpang dari kebenaran dan petunjuk, ia menjual agamanya dengan materi dunia! Fitnah-fitnah seperti ini telah banyak kita saksikan pada hari ini. Oleh karena itu yang dapat bertahan dan sabar dalam menghadapinya hanyalah orang-orang yang diteguhkan Alloh dan diberi-Nya karunia ilmu dan pengetahuan.
Pemikir Tasawwuf
Al-Ghazali di kenal sebagai orang yang haus akan segala ilmu pengetahuan. Ia
berusaha sekeras mungkin agar dapat mencapai suatu keyakinan dan mengetahui
hakikat segala sesuatu. Sehingga senantiasa ia bersikap kritis dan kadang ia tidak
percaya terhadap adanya kebenaran semua macam pengetahuan, kecuali yang bersifat
inderawi dan pengetahuan hakikat (oxioma atau sangat mendasar). Namun pada
kedua pengetahuan inipun ia akhirnya tidak percaya (skeptis). Hal ini ia ungkapan
pada kitab Al Mungidz yaitu: Sikap skeptis yang menimpa diriku dan yang
berlangsung lama telah berakhir dengan suatu keadaan, dimana diriku tidak
mempercayai kepada pengetahuan inderawi, bahkan keraguan-keraguan ini semakin
mendalam dengan perkataanya: “Bagaimana pengetahuan inderawi itu bisa diterima.
Seperti misalnya penglihatan sebagai inderawi.
Corak Pemikiran Tasawuf Imam al-Ghozali
Di dalam tasawufnya, Imam al-Ghozali memilih tasawuf sunni yang
berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah Nabi, ditambah dengan doktrin Ahlussunnah Wal
Jamaah yang kebangkitannya kembali dipelopori oleh al-Imam Abu al-Hasan Ali bin
Ismail al-Asy’ari. Dari paham tasawufnya itu, beliau menjauhkan semua
kecenderungan genotis yang mempengaruhi para filosuf Islam, sekte Isma'iliyah,
aliran Syi’ah, Ikhwan al-Shofa, dan lain-lain. Beliau menjauhkan tasawufnya dari
paham ketuhanan Aristoteles, seperti emanasi dan penyatuan. Itulah sebabnya dapat
dikatakan bahwa tasawuf al-Ghozali benar-benar bercorak Islam.
Corak tasawufnya lebih ditekankan pada adab dan tatakrama. Beliau berkata:
Adab adalah pendidikan dhohir dan bathin, oleh karenanya apabila seorang hamba
telah berbuat baik secara dhohir dan bathin maka ia telah menjadi sufi yang beradab.
Barang siapa selalu berperilaku sesuai dengan Sunah maka Allah SWT akan
menerangi hatinya dengan cahaya kemarifatan karena tidak ada kedudukan yang
lebih mulia dari mengikuti Nabi Muhammad yang dicintai Allah dalam perintah,
perbuatan, dan ahlaknya, baik dalam niat, ucapan maupun perbuatan.
Tasawuf Al - Ghazali menghimpun akidah, syariat dan akhlak dalam suatu
sistematika yang kuat dan amat berbobot, karena teori - teori tasawufnya lahir dari
kajian dan pengalaman pribadi setelah melaksanakan suluk dalam riyadhah dan
mujahadah yang intensif dan berkesinambungan, sehingga dapat dikatakan bahwa
seumur hidupnya ia bertasawuf.
Dalam pandangannya, Ilmu Tasawuf mengandung 2 bagian penting, pertama
menyangkut ilmu mu'amalah dan bagian kedua menyangkut ilmu mukasyafah, hal ini
diuraikan dalam karyanya Ihya 'Ulumiddin, Al -Ghazali menyusun menjadi 4 bab
utama dan masing-masing dibagi lagi kedalam 10 pasal yaitu :
· Bab pertama : tentang ibadah (rubu' al - ibadah)
· Bab kedua : tentang adat istiadat (rubu' al - adat)
· Bab ketiga : tentang hal -hal yang mencelakakan (rubu' al - muhlikat)
· Bab keempat : tentang maqamat dan ahwal (rubu' al - munjiyat)
Menurutnya, perjalanan tasawuf itu pada hakekatnya adalah pembersihan diri
dan pembeningan hati terus menerus sehingga mampu mencapai musyahadah. Oleh
karena itu ia menekankan pentingnya pelatihan jiwa, penempatan moral atau akhlak
yang terpuji baik disisi manusia maupun Tuhan.
06/01/2012
HAJI KE MEKAH DAN HAJJI ROHANI KE HAKIKAT HATI
Pekerjaan hajji menurut syariat ialah mengunjungi ka'abah di Makkah . Ada beberapa syarat berhubung dengan ibadat hajji: memakai ihram – dua helai kain yang tidak berjahit menandakan pelepasan semua ikatan duniawi; memasuki Makkah dalam keadaan berwuduk; tawaf keliling ka'abah sebanyak tujuh kali tanda penyerahan sepenuhnya; lari-lari anak dari Safa ke Marwah sebanyak tujuh kali; pergi ke Padang Arafah dan tinggal di sana sehingga matahari terbenam; bermalam di Musdalifah; melakukan korban di Mina; meminum air zamzam; melakukan sembahyang dua rakaat berhampiran dengan tempat Nabi Ibrahim a.s pernah berdiri. Bila semua ini dilakukan pekerjaan hajji pun sempurna dan balasannya diperakui. Jika terdapat kecacatan pada pekerjaan tersebut balasannya dibatalkan. Allah Yang Maha Tinggi berfirman: “Sempurnakan hajji dan umrah kerana Allah”. (Surah al-Baqarah, ayat 196).
Bila semua itu telah selesai banyak daripada hubungan keduniaan yang ditegah semasa pekerjaan hajji dibolehkan semula. Sebagai tanda selesainya pekerjaan hajji seseorang itu melakukan tawaf terakhir sekali sebelum kembali kepada kehidupan harian.
Ganjaran untuk orang yang mengerjakan hajji dinyatakan oleh Allah dengan firman-Nya: “Dan barangsiapa masuk ke dalamnya amanlah ia, dan kerana Allah (wajib) atas manusia pergi ke rumah itu bagi yang berkuasa ke sana ”. (Surah al-‘Imraan, ayat 97).
Orang yang sempurna ibadat hajjinya selamat daripada azab neraka. Itulah balasannya.
Pekerjaan hajji kerohanian memerlukan persiapan yang besar dan mengumpulkan keperluan-keperluan sebelum memulakan perjalanan. Langkah pertama ialah mencari juru pandu, pembimbing, guru, seorang yang dikasihi, dihormati, diharapkan dan ditaati oleh orang yang mahu menjadi murid itu. Pembimbing itulah yang akan membekalkan murid itu bagi mengerjakan hajji kerohanian, dengan segala keperluannya.
Kemudian dia mesti menyediakan hatinya. Untuk menjadikannya jaga seseorang itu perlu mengucapkan kalimah tauhid “La ilaha illa Llah” dan mengingati Allah dengan menghayati kalimah tersebut. Dengan ini hati menjadi jaga, menjadi hidup. Ia hendaklah mengingati Allah dan berterusan mengingati Allah sehingga seluruh diri batin menjadi suci bersih daripada selain Allah.
Selepas penyucian batin seseorang perlu menyebutkan nama-nama bagi sifat-sifat Allah yang akan menyalakan cahaya keindahan dan kemuliaan-Nya. Di dalam cahaya itulah seseorang itu diharapkan dapat melihat ka'abah bagi hakikat rahsia. Allah memerintahkan Nabi Ibrahim a.s dan anaknya Nabi Ismail a.s melakukan penyucian ini: “Janganlah engkau sekutukan Aku dengan sesuatu apa pun dan bersihkan rumah-Ku untuk orang-orang tawaf, dan yang berdiri, dan yang rukuk, dan yang sujud”. (Surah al-Hajj, ayat 26).
Sesungguhnya ka'abah zahir yang ada di Makkah dijaga dengan bersih untuk para pekerja hajji. Betapa lebih lagi kesucian yang perlu dijaga terhadap ka'abah batin yang ke atasnya hakikat akan memancar.
Selepas persediaan itu pekerja hajji batin menyelimutkan dirinya dengan roh suci, mengubah bentuk kebendaannya menjadi hakikat batin, dan melakukan tawaf ka'abah hati, mengucap di dalam hati nama Tuhan yang kedua- “ALLAH”, nama yang khusus bagi-Nya. Ia bergerak dalam bulatan kerana laluan rohani bukan lurus tetapi dalam bentuk bulatan. Akhirnya adalah permulaannya.
Kemudian ia pergi ke Padang Arafah hati, tempat batin yang merendahkan diri dan merayu kepada Tuhannya, tempat yang diharapkan seseorang dapat mengetahui rahasia “La ilaha illa Llah”, “Yang Maha Esa, tiada sekutu”. Di sana ia berdiri mengucapkan nama ketiga “HU” – bukan sendirian tetapi bersama-Nya kerana Allah berfirman: “ Dia beserta kamu walau di mana kamu berada”. (Surah al-Hadiid, ayat 4).
Kemudian dia mengucapkan nama keempat “HAQ”, nama bagi cahaya Zat Allah – dan kemudian nama kelima “HAYYUN” – hidup Ilahi tang darinya hidup yang sementara muncul. Kemudian dia menyatukan nama Ilahi Yang Hidup Kekal Abadi dengan nama keenam “QAYYUM” – Yang Wujud Sendiri, yang bergantung kepada-Nya segala kewujudan. Ini membawanya kepada Musdalifah yang di tengah-tengah hati.
Kemudian dia di bawa ke Mina, rahasia suci, intipati atau hakikat, di mana dia ucapkan nama yang ke tujuh “QAHHAR” – Yang Meliputi Semua, Maha Keras . Dengan kekuasaan nama tersebut dirinya dan kepentingan dirinya dikorbankan. Tabir keingkaran ditiupkan dan pintu kebatilan diterbangkan.
Mengenai tabir yang memisahkan yang dicipta dengan Pencipta, Nabi s.a.w bersabda, “Iman dan kufur wujud pada tempat di sebalik arasy Allah. Keduanya adalah hijab memisahkan Tuhan daripada pemandangan hamba-hamba-Nya. Satu adalah hitam dan satu lagi putih”.
Kemudian kepada roh suci dicukurkan daripada segala sifat kebendaan.
Dengan membaca nama Ilahi ke delapan “WAHHAB” – Pemberi kepada semua, tanpa batas, tanpa syarat – dia memasuki daerah suci bagi Zat. Kemudian dia mengucapkan nama kesembilan “FATTAH” – Pembuka segala yang tertutup.
Memasuki ke tempat menyerah diri di mana dia tinggal mengasingkan diri, hampir dengan Allah, dalam keakraban dengan-Nya dan jauh daripada segala yang lain, dia mengucapkan nama yang ke sepuluh “WAHID” – Yang Esa, yang tiada tara , tiada sesuatu menyamai-Nya. Di sana dia mula menyaksikan sifat Allah “SAMAD” – Yang menjadi sumber kepada segala sesuatu. Ia adalah pemandangan tanpa rupa, tanpa bentuk, tidak menyerupai sesuatu.
Kemudian tawaf terakhir bermula, tujuh pusingan yang dalam tempoh tersebut dia mengucapkan enam nama-nama yang terakhir dan ditambah dengan nama ke sebelas “AHAD” – Yang Esa. Kemudian dia minum daripada tangan keakraban Allah.
“Dan Tuhan mereka membuat mereka meminum minuman asli”. (Surah Insaan, ayat 21) .
Cawan yang di dalamnya minuman ini disediakan ialah nama yang kedua belas “SAMAD” – Sumber, yang menunaikan segala hajat, satu-satunya tempat meminta tolong.
Dengan meminum dari sumber ini dia melihat semua tabir tersingkap daripada wajah keabadian. Dia mendongak melihat kepada-Nya dengan cahaya yang datang daripada-Nya. Alam ini tiada persamaan, tiada bentuk, tiada rupa. Ia tidak mampu diterangkan, diibaratkan, alam yang tidak ada mata pernah melihatnya, tiada telinga pernah mendengarnya dan tiada hati manusia yang ingat. Kalam Allah tidak didengar dengan bunyi atau dilihat dengan tulisan. Kesukaan yang tiada hati manusia boleh merasai ialah kelazatan menyaksikan hakikat Allah dan mendengar percakapan-Nya: “Kecuali orang yang bertaubat dan beriman serta mengerjakan amal salih, maka mereka itu Allah akan tukarkan kejahatan-kejahatan mereka kepada kebaikan-kebaikan” . (Surah al-Furqaan, ayat 70).
Kemudian pekerja hajji itu dibebaskan daripada semua perbuatan yang daripada dirinya dan bebas daripada ketakutan dan dukacita. “Ketahuilah sesungguhnya pembantu-pembantu Allah, tidak ada ketakutan atas mereka dan tidak akan mereka berdukacita”. (Surah Yunus, ayat 62).
Akhirnya tawaf selamat tinggal dilakukan dengan mengucapkan semua nama-nama Ilahi.
Kemudian pekerja hajji kembali ke rumahnya, ke tempat asalnya, bumi suci di mana Allah ciptakan manusia dalam bentuk yang paling baik dan paling indah. Ketika kembalinya itu dia mengucapkan nama kedua belas “SAMAD”, perbendaharaan yang daripadanya semua keperluan makhluk dibekalkan. Itu adalah alam kehampiran Allah. Itulah tempat kediaman pekerja hajji batin, dan ke sanalah mereka kembali.
Hanya itulah yang dapat diceritakan sekadar lidah mampu ucapkan dan akal mampu terima. Selepas itu tiada berita yang boleh diberi kerana selebih daripada itu tidak boleh disaksikan, tidak dimengerti, tidak mampu difikir atau diterangkan. Nabi s.a.w bersabda, “ Ada ilmu yang tinggal tetap seumpama khazanah yang tertanam. Tiada siapa yang boleh mengetahuinya dan tiada siapa boleh mendapatkannya melainkan mereka yang menerima ilmu Ilahi”, tetapi bila diperdengarkan kewujudan ilmu demikian, yang ikhlas tidak menafikannya.
Manusia yang memiliki pengetahuan biasa mengumpulkan apa yang boleh dikumpulkan di permukaan. Orang yang memiliki ilmu ketuhanan mengeluarkan dasarnya. Hikmah kebijaksanaan orang arif adalah sebenar-benar rahsia bagi Allah Yang Maha Tinggi. Tiada siapa yang tahu apa yang Dia tahu kecuali Dia sendiri. “Sedang mereka tidak meliputi (sedikit pun) daripada ilmu-Nya kecuali apa yang dikehendaki-Nya. Pengetahuan-Nya meliputi langit-langit dan bumi, dan memelihara keduanya tidaklah berat bagi-Nya” . (Surah al-Baqarah, ayat 255).
Mereka yang dirahmati, yang dikurniakan sebahagian ilmu-Nya adalah nabi-nabi dan kekasih-Nya yang berjuang untuk datang hampir kepada-Nya. Firman-Nya: “Dia mengetahui rahsia dan yang lebih tersembunyi”. (Surah Ta Ha, ayat 7). “Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia. Kepunyaan-Nya nama-nama yang sangat baik”. (Surah Ta Ha, ayat 8).
Dan Allah paling mengetahui.
03/01/2012
ILMU PENGETAHUAN DAN PERKEMBANGAN KEROHANIAN
Ilmu pengetahuan zahir mengenai benda-benda yang nyata dibahagikan kepada dua belas bahagian dan ilmu pengetahuan batin juga dibahagikan kepada dua belas bahagian. Bahagian-bahagian tersebut dibahagikan di kalangan orang awam dan orang khusus, hamba-hamba Allah yang sejati, menurut kadar keupayaan dan kebolehan mereka.
Bagi tujuan yang berkaitan dengan kita pembicaraan ilmiah mengenai ini dibuat dalam empat bahagian. Bahagian pertama melibatkan peraturan agama , mengenai kewajipan dan larangan berhubung dengan perkara-perkara dan peraturan-peraturan di dalam dunia ini. Kedua menyentuh soal pengertian atau maksud dalaman serta tujuan kepada peraturan-peraturan tersebut dan bahagian ini dinamakan bidang kerohanian yaitu pengetahuan mengenai perkara-perkara yang tidak nyata. Ketiga mengenai hakikat kerohanian yang tersembunyi yang dinamakan kearifan. Keempat mengenai hakikat dalaman kepada hakikat yaitu mengenai kebenaran yang sebenar-benarnya. Manusia yang sempurna perlu mempelajari semua bidang atau bahagian tersebut dan mencari jalan ke arahnya.
Nabi s.a.w bersabda, “Agama ialah pokok, kerohanian adalah dahannya, kearifan (makrifat) adalah daunnya, kebenaran (hakikat) adalah buahnya. Quran dengan ulasannya, keterangannya, terjemahannya dan ibarat-ibaratnya mengandungi semuanya itu” . Di dalam buku al-Najma perkataan-perkataan tafsir, ulasan dan takwil serta terjemahan melalui ibarat dimengertikan sebagai: ulasan terhadap Quran adalah keterangan dan perincian bagi faedah kefahaman orang awam, sementara terjemahan melalui ibarat adalah keterangan tentang maksud yang tersirat yang boleh diselami melalui tafakur yang mendalam serta memperolehi ilham sebagaimana yang dialami oleh orang-orang beriman yang sejati. Terjemahan yang demikian adalah untuk hamba-hamba Allah yang khusus lagi teguh, berterusan di dalam suasana kerohanian mereka dan teguh dengan pengetahuan yang membolehkan mereka membuat pertimbangan yang benar. Kaki mereka teguh berpijak di atas bumi sementara hati dan fikiran mereka menjulang kepada ilmu ketuhanan. Dengan rahmat Allah keadaan berterusan begini yang tidak bercampur dengan keraguan di tempatkan di tengah-tengah hati mereka. Hati yang teguh dalam suasana ini bersesuaian dengan bahagian kalimah tauhid “La ilaha illa Llah” , pengakuan terakhir keesaan.
“Dia jualah yang menurunkan Kitab kepada kamu. Sebahagiannya adalah ayat-ayat yang menghukum, yaitu ibu-ibu bagi Kitab, dan (sebahagian) yang lain adalah ayat-ayat yang perlukan takwil. Adapun orang-orang yang di hati mereka ada kesesatan mencari-cari apa yang ditakwil daripadanya kerana hendak membuat fitnah dan kerana hendak membuat takwilnya sendiri padahal tidak mengetahui takwilnya melainkan Allah dan orang-orang yang teguh kuat di dalam ilmu berkata, ‘Kami beriman kepadanya (kerana) semua itu daripada Tuhan kami', dan tidak mengerti melainkan orang-orang yang mempunyai fikiran”. (Surah Imraan, ayat 7)
Jika pintu kepada ayat ini terbuka akan terbuka juga semua pintu-pintu kepada alam rahasia batin.
Hamba Allah yang sejati berkewajipan melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhkan diri daripada larangan-Nya. Dia juga perlu menentang ego dirinya dan membendung kecenderungan jasad yang tidak sehat. Asas penentangan ego terhadap agama adalah dalam bentuk khayalan dan gambaran yang bercanggah dengan kenyataan. Pada peringkat kerohanian ego yang khianat itu menggalakkan seseorang supaya memperakui dan mengikuti sebab-sebab dan rangsangan yang hanya hampir dengan kebenaran (bukan kebenaran yang sejati), walaupun ianya risalat nabi dan fatwa wali yang telah diubah, juga mengikuti guru yang pendapatnya salah. Pada peringkat makrifat ego cuba menggalakkan seseorang supaya memperakui kewalian dirinya sendiri malah ego juga mengheret seseorang kepada mengakui ketuhanannya – dosa paling besar menganggapkan diri sendiri sebagai bersekutu dengan Allah. Allah berfirman: “Tidakkah engkau perhatikan orang yang mengambil hawa nafsunya sebagai tuhan..” (Surah Furqaan, ayat 43).
Tetapi peringkat kebenaran sejati adalah berbeda. Ego dan iblis tidak boleh sampai ke sana . Malah malaikat juga tidak sampai ke sana . Sesiapa sahaja kecuali Allah jika sampai ke sana pasti terbakar. Jibrail berkata kepada Nabi Muhamamd s.a.w pada sempadan peringkat ini, “Jika aku mara satu langkah lagi aku akan terbakar menjadi abu”.
Hamba Allah yang sejati bebas daripada perlawanan egonya dan iblis kerana dia dilindungi oleh perisai keikhlasan dan kesucian.
“Ia (iblis) berkata: Oleh itu demi kemuliaan-Mu, aku akan sesatkan mereka semuanya, kecuali di antara mereka hamba-hamba-Mu yang dibersihkan” . (Surah Shad, ayat 82 & 83).
Manusia tidak dapat mencapai hakikat kecuali dia suci murni kerana sifat-sifat keduniaannya tidak akan meninggalkannya sehinggalah hakikat menyata dalam dirinya. Ini adalah keikhlasan sejati. Kejahilannya hanya akan meninggalkannya bila dia menerima pengetahuan tentang Zat Allah. Ini tidak dapat dicapai dengan pelajaran; hanya Allah tanpa pengantaraan boleh mengajarnya. Bila Allah Yang Maha Tinggi sendiri yang menjadi Guru, Dia kurniakan ilmu yang daripada-Nya sebagaimana Dia lakukan kepada Khaidhir. Kemudian manusia dengan kesedaran yang diperolehinya sampai kepada peringkat makrifat di mana dia mengenali Tuhannya dan menyembah-Nya yang dia kenal.
Orang yang sampai kepada suasana ini memiliki penyaksian roh suci dan dapat melihat kekasih Allah, Nabi Muhamamd s.a.w. Dia boleh bercakap dengan baginda s.a.w mengenai segala perkara daripada awal hingga ke akhirnya dan semua nabi-nabi yang lain memberikannya khabar gembira tentang janji penyatuan dengan yang dikasihi. Allah menggambarkan suasana ini: “Kerana Barangsiapa taat kepada Allah dan rasul-Nya, maka mereka beserta orang-orang yang diberi nikmat daripada nabi-nabi, siddiqin, syuhada dan salihin dan Alangkah baiknya mereka ini sebagai sahabat rapat”. (Surah Nisaa' ,ayat 69).
Orang yang tidak boleh menemui pengetahuan ini di dalam dirinya tidak akan menjadi arif walaupun dia membaca seribu buah buku. Nikmat yang boleh diharapkan oleh orang yang mempelajari ilmu zahir ialah syurga; di sana semua yang dapat dilihat adalah kenyataan sifat-sifat Ilahi dalam bentuk cahaya. Tidak kira bagaimana sempurna pengetahuannya tentang perkara nyata yang boleh dilihat dan dipercayai, ia tidak membantu seseorang untuk masuk kepada suasana kesucian dan mulia, iaitu kehampiran dengan Allah, kerana seseorang itu perlu terbang ke tempat tersebut dan untuk terbang perlu kepada dua sayap. Hamba Allah yang sejati adalah yang terbang ke sana dengan menggunakan dua sayap, iaitu pengetahuan zahir dan pengetahuan batin, tidak pernah berhenti di tengah jalan, tidak tertarik dengan apa sahaja yang ditemui dalam perjalanannya. Allah berfirman melalui rasul-Nya: “Hamba-Ku, jika kamu ingin masuk kepada kesucian berhampiran dengan-Ku jangan pedulikan dunia ini ataupun alam tinggi para malaikat, tidak juga yang lebih tinggi di mana kamu boleh menerima sifat-sifat-Ku yang suci”.
Dunia kebendaan ini menjadi godaan dan tipu daya syaitan kepada orang yang berilmu. Alam malaikat menjadi rangsangan kepada orang yang bermakrifat dan suasana sifat-sifat Ilahi menjadi godaan kepada orang yang memiliki kesedaran terhadap hakikat. Sesiapa yang berpuas hati dengan salah satu daripada yang demikian akan terhalang daripada kurniaan Allah yang membawanya hampir dengan Zat-Nya. Jika mereka tertarik dengan godaan dan rangsangan tersebut mereka akan berhenti, mereka tidak boleh maju ke hadapan, mereka tidak boleh terbang lebih tinggi. Walaupun matlamat mereka adalah kehampiran dengan Pencipta mereka tidak lagi boleh sampai ke sana . Mereka telah terpedaya, mereka hanya memiliki satu sayap.
Orang yang mencapai kesedaran tentang hakikat yang sebenar, menerima rahmat dan kurniaan dari Allah yang tidak pernah mata melihatnya dan tidak pernah telinga mendengarnya dan tidak pernah hati mengetahui namanya. Inilah syurga kehampiran dan keakraban dengan Allah. Di sana tidak ada mahligai permata juga tidak ada bidadari yang cantik sebagai pasangan. Semoga manusia mengetahui nilai dirinya dan tidak berkehendak, tidak menuntut apa yang tidak layak baginya. Saidina Ali r.a berkata, “Semoga Allah merahmati orang yang mengetahui harga dirinya, yang tahu menjaga diri agar berada di dalam sempadannya, yang memelihara lidahnya, yang tidak menghabiskan masanya dan umurnya di dalam sia-sia”.
Orang yang berilmu mestilah menyedari bahawa bayi roh yang lahir dalam hatinya adalah pengenalan mengenai kemanusiaan yang sebenar, iaitu insan yang sejati. Dia patut mendidik bayi hati, ajarkan keesaan melalui berterusan menyedari tentang keesaan – tinggalkan keduniaan kebendaan ini yang berbilang-bilang, cari alam kerohanian, alam rahsia di mana tiada yang lain kecuali Zat Allah. Dalam kenyataannya di sana bukan tempat, ia tidak ada permulaan dan tidak ada penghujung. Bayi hati terbang melepasi padang yang tiada berkesudahan itu, menyaksikan perkara-perkara yang tidak pernah dilihat mata sebelumnya, tiada sesiapa bercerita mengenainya, tiada sesiapa boleh menggambarkannya. Tempat yang menjadi rumah kediaman bagi mereka yang meninggalkan diri mereka dan menemui keesaan dengan Tuhan mereka, mereka yang memandang dengan pandangan yang sama dengan Tuhan mereka, pandangan keesaan. Bila mereka menyaksikan keindahan dan kemuliaan Tuhan mereka tidak ada apa lagi yang tinggal dengan mereka. Bila dia melihat matahari dia tidak dapat melihat yang lain, dia juga tidak dapat melihat dirinya sendiri. Bila keindahan dan kemurahan Allah menjadi nyata apa lagi yang tinggal dengan seseorang? Tidak ada apa-apa!
Nabi s.a.w bersabda, “Seseorang perlu dilahirkan dua kali untuk sampai kepada alam malaikat”. Ia adalah kelahiran maksud daripada perbuatan dan kelahiran rohani daripada jasad. Kemungkinan yang demikian ada dengan manusia. Ini adalah keanehan rahsia manusia. Ia lahir daripada percampuran pengetahuan tentang agama dan kesedaran terhadap hakikat, sebagaimana bayi lahir hasil daripada percampuran dua titik air.
“Sesungguhnya Kami telah jadikan manusia daripada setitik (mani) yang bergiliran, yang Kami berikan percubaan kepada mereka, iaitu Kami jadikan dia mendengar dan melihat”. (Surah Insaan, ayat 2).
Bila maksud menjadi nyata dalam kewujudan ia menjadi mudah untuk melepasi bahagian yang cetek dan masuk ke dalam laut penciptaan dan membenamkan dirinya ke dasar hukum-hukum peraturan Allah. Sekalian alam kebendaan ini hanyalah satu titik jika dibandingkan dengan alam kerohanian. Hanya bila semua ini difahamkan maka kuasa kerohanian dan cahaya keajaiban yang bersifat ketuhanan, hakikat yang sebenar-benarnya, memancar ke dalam dunia tanpa perkataan tanpa suara.
KEROHANIAN ISLAM DAN AHLI SUFI
Sufi adalah perkataan Arab – saf, yang bererti tulen. Alam batin sufi dipersucikan, menjadi tulen dan diterangi oleh cahaya makrifat, penyatuan dan keesaan.
Istilah sufi dikaitkan juga dengan bidang kerohanian mereka yang sentiasa berhubung dengan sahabat-sahabat Rasulullah s.a.w yang dikenali sebagai ‘puak yang memakai baju bulu'. Saf, pakaian bulu yang kasar menggambarkan keadaan mereka yang miskin lagi hina. Kehidupan dunia di dalam kesempatan. Mereka berjimat cermat di dalam makanan, minuman dan lain-lain. Dalam buku ‘al-Majm' ada dikatakan, “Apa yang terjadi kepada ahli suluk yang suci ialah pakaian dan kehidupan mereka sangat sederhana dan hina”. Walaupun mereka kelihatan tidak menarik secara keduniaan tetapi hikmah kebijaksanaan (makrifat) mereka ternyata pada sifat mereka yang lemah lembut dan halus, yang menjadikan mereka menarik kepada sesiapa yang mengenali mereka. Mereka menjadi contoh kepada alam manusia. Mereka berpandukan ilmu Ilahi. Pada pandangan Tuhan mereka berada pada martabat pertama kemanusiaan. Dalam pandangan mereka yang mencari Tuhan puak sufi ini kelihatan cantik walaupun pada zahirnya buruk. Mereka mesti dikenali dan berupaya mengenali, dan mereka dengan mesti dengan cara itu iaitu satu dan semua, kerana mereka semua berada pada makam keesaan dan mesti nyata sebagai satu.
Dalam bahasa Arab perkataan tasawwuf, kerohanian Islam, terdiri daripada empat huruf – ‘ta', ‘sin', ‘wau' dan ‘pa' (t,s,w,f). Huruf pertama, t, bermaksud taubat . Ini adalah langkah pertama perlu diambil pada jalan ini. Ia adalah seolah-olah dua langkah, satu zahir dan satu batin . Taubat zahir dalam perkataan, perbuatan dan perasaan, menjaga kehidupan agar bebas daripada dosa dan kesalahan dan cenderung untuk berbuat kebaikan dan ketaatan; meninggalkan keingkaran dan penentangan, mencari kesejahteraan dan kedamaian . Taubat batin dilakukan oleh hati. Penyucian hati daripada hawa nafsu duniawi yang huru hara dan hati bulat berazam mahu mencapai alam ketuhanan. Taubat – mengawasi kesalahan dan meninggalkannya, menyedari kebenaran dan berjuang ke arahnya – membawa seseorang kepada langkah kedua.
Langkah kedua ialah keadaan aman dan sejahtera, safa . Huruf ‘s' adalah simbolnya . Dalam peringkat ini juga ada dua langkah perlu diambil. Pertama ialah ke arah kesucian di dalam hati dan kedua pula ke arah pusat hati. Hati yang tenang datang daripada hati yang bebas daripada kesusahan, keresahan yang disebabkan oleh masalah semua kebendaan ini, masalah makan, minum, tidur, perkataan yang sia-sia. Dunia ini seumpama tenaga tarikan bumi, menarik hati ke bawah, dan untuk membebaskan hati daripada masalah tersebut menyebabkan berlaku tekankan kepada hati. Di sana ada pula ikatan-ikatan – hawa nafsu dan kehendak, pemilikan, kasihkan keluarga dan anak-anak – yang mengikat hati seni kepada bumi dan menghalangnya terbang tinggi.
Cara membebaskan hati, bagi menyucikannya, adalah dengan mengingati Allah. Pada permulaan ingatkan ini berlaku secara luaran, dengan mengulangi nama-nama Tuhan, menyebutnya kuat-kuat sehingga kamu dan orang lain boleh mendengarnya. Apabila ingatkan kepada-Nya sudah berterusan ingatkan tersebut masuk ke dalam hati dan berlaku di dalam senyap. Allah berfirman: “Sesungguhnya orang mukmin itu ialah mereka yang apabila disebut (nama) Allah, takutlah hati-hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat Allah menambahkan lagi keimanan mereka, dan kepada Tuhan merekalah mereka kembali” . (Surah Anfaal, ayat 2).
Takutkan Allah dalam ayat tersebut bermaksud takut dan harap, hormat dan kasihkan Allah. Dengan ingatan dan ucapan nama-nama Allah hati menjadi jaga dari ketiduran dan kelalaian, menjadi suci bersih dan bersinar. Kemudian bentuk dan rupa dari alam ghaib menyata di dalam hati. Nabi s.a.w bersabda, “Ahli ilmu zahir mendatangi dan menerkam sesuatu dengan akal fikirannya sementara ahli ilmu batin sibuk membersihkan dan menggilap hati mereka”.
Kesejahteraan pada pusat rahsia bagi hati diperolehi dengan membersihkan hati daripada segala sesuatu dan menyediakannya untuk menerima Zat Allah semata-mata yang memenuhi ruang hati apabila hati sudah diperindahkan dengan kecintaan Allah. Alat pembersihannya ialah berterusan mengingati dan menyebut di dalam hati, dengan lidah rahsia akan kalimah tauhid “La ilaha illa Llah”. Bila hati dan pusat hati berada dalam suasana tenang dan damai maka peringkat kedua yang disimbolkan sebagai huruf ‘s' selesai.
Huruf ketiga ‘w' bermaksud wilayah, suasana kesucian dan keaslian pencinta-pencinta Allah dan sahabat-sahabat-Nya . Keadaan ini bergantung kepada kesucian batin. Allah menggambarkan sahabat-sahabat-Nya dengan firman-Nya: “Ketahuilah, sesungguhnya pembantu-pembantu Allah tidak ada ketakutan atas mereka dan tidak mereka berdukacita. Bagi merekalah kegembiraan di penghidupan dunia dan akhirat…”. (Surah Yunus, ayat 62 – 64).
Seseorang yang di dalam kesucian menyedari sepenuhnya tentang Allah, mencintai-Nya fan berhubungan dengan-Nya. Hasilnya dia diperelokkan dengan peribadi, akhlak dan perangai yang terbaik. Ini merupakan hadiah suci yang dikurniakan kepada mereka. Nabi s.a.w bersabda, “Perhatikanlah akhlak yang mulia dan berbuatlah sesuai dengannya” . Dalam peringkat ini orang yang di dalam kesedaran tersebut meninggalkan sifat-sifat keduniaannya yang sementara dan kelihatanlah dia diliputi oleh sifat-sifat Ilahi yang suci. Dalam hadis Qudsi Allah berfirman: “Bila Aku kasihkan hamba-Ku, Aku menjadi pendengarannya, penglihatannya, percakapannya, pemegangnya dan perjalanannya”.
Keluarkan segala-galanya dari hati kamu dan biarkan Allah sahaja yang berada di sana . “Dan katakanlah telah datang kebenaran dan telah lenyap kepalsuan kerana sesungguhnya kepalsuan itu akan lenyap”. (Surah Bani Israil, ayat 81).
Bila kebenaran telah datang dan kepalsuan telah lenyap maka selesailah peringkat wilayah.
Huruf keempat ‘f' bermakna fana, lenyap diri sendiri ke dalam ketiadaan. Diri yang palsu akan hancur dan hilang apabila sifat-sifat yang suci memasuki seseorang, dan apabila sifat-sifat serta keperibadian yang banyak menghalang tempatnya akan diganti oleh satu sahaja sifat keesaan.
Dalam kenyataan hakikat sentiasa hadir. Ia tidak hilang dan tidak juga berkurangan. Apa yang berlaku adalah orang yang beriman menyedari dan menjadi satu dengan yang menciptakannya. Dalam suasana berada dengan-Nya orang yang beriman memperolehi kurniaan-Nya; manusia yang sementara menemui kewujudan yang sebenar dengan menyedari rahsia abadi. “Semua akan binasa kecuali Wajah-Nya”. (Surah Qasas, ayat 88).
Cara untuk menyedari hakikat ini ialah melalui anugerah-Nya, dengan kehendak-Nya. Bila kamu berbuat kebaikan semata-mata kerana-Nya dan bersesuaian dengan kehendak-Nya kamu akan menjadi hampir dengan hakikat-Nya, Zat-Nya. Kemudian semua akan lenyap kecuali Yang Esa yang meredai dan yang Dia diredai, bersatu. Perbuatan baik adalah ibu yang melahirkan bayi kebenaran; kehidupan dalam kesedaran bagi manusia yang sebenar-benarnya.
“Perkataan yang baik dan perbuatan yang baik naik kepada Allah” . (Surah Fatir, ayat 10).
Jika seseorang berbuat sesuatu dan jika kewujudannya bukan untuk Allah sahaja maka dia mengadakan sekutu bagi Allah, dia meletakkan yang lain pada tempat Allah – dosa yang tidak diampunkan yang akan memusnahkannya, lambat atau cepat. Tetapi bila diri dan kepentingan diri fana seseorang itu mencapai peringkat bersatu dengan Allah. Allah menggambarkan makam tersebut: “Sesungguhnya orang-orang yang berbakti (adalah) dalam kebun-kebun dan (dekat) sungai-sungai. Di tempat duduk kebenaran, di sisi Raja Agung yang sangat berkuasa”. (Surah Qamar, ayat 54 & 55).
Tempat itu ialah tempat bagi hakikat yang penting, hakikat kepada hakikat-hakikat, tempat penyatuan dan keesaan. Ia adalah tempat yang disediakan untuk nabi-nabi, untuk mereka yang dikasihi oleh Allah, untuk para sahabat-Nya. Allah beserta orang-orang yang benar. Bila kewujudan bersatu dengan wujud yang abadi ia tidak boleh dipandang sebagai kewujudan yang terpisah. Bila semua ikatan keduniaan ditanggalkan dan seseorang itu dalam suasana kesatuan dengan Allah, dengan kebenaran (hakikat) Ilahi, dia menerima kesucian yang abadi, tidak akan tercemar lagi, dan masuk ke dalam golongan: “Mereka itu ahli syurga yang kekal di dalamnya”. (Surah A'raaf, ayat 42).
Mereka adalah: “Orang-orang yang beriman dan beramal salih” . (Surah A'raaf, ayat 42).
Bagaimanapun: “ Kami tidak memberatkan satu diri melainkan sekadar kuasanya” . (Surah A'raaf, ayat 42).
Tetapi seseorang memerlukan kesabaran yang kuat: “Dan Allah beserta orang yang sabar” . (Surah Anfaal, ayat 66).
MAKSUD IBADAT SECARA AMALAN ZAHIR DAN IBADAT BATIN
Lima kali sehari semalam, pada masa yang telah ditentukan, sembahyang diwajibkan kepada sekalian Muslim yang baligh dan berkuasa. Ini diperintahkan oleh Allah: "Kerjakan sembahyang dengan tetap dan akan sembahyang yang terlebih penting ". (Surah al-Baqaraah, ayat 238). Sembahyang menurut peraturan agama (rukun sembahyang) terdiri daripada berdiri, membaca Quran, rukuk, sujud, duduk, membaca dengan kedengaran beberapa doa. Pergerakan dan perbuatan ini melibatkan bahagian-bahagian tubuh, pembacaan diucap dan didengar melibatkan pancaindera dan deria, adalah sembahyang diri zahir. Kerana tindakan diri zahir ini dilakukan berulang-ulang, acapkali, di dalam setiap lima waktu sehari, bahagian pertama menurut perintah Allah "Dirikan sembahyang" , adalah lebih dari satu. Bahagian kedua perintah Allah "terutamanya sembahyang pertengahan" merujuk kepada sembahyang hati, kerana hati berada di tengah-tengah pada kejadian manusia. Tujuan sembahyang ini adalah mendapatkan kesejahteraan pada hati. Hati berada di tengah-tengah, antara kanan dengan kiri, antara hadapan dengan belakang, antara atas dengan bawah, antara kebaikan dnegan keburukan. Hati adalah pusat, titik pengimbang, penengah. Nabi s.a.w bersabda, "Hati anak Adam berada di antara dua jari Yang Maha Penyayang. Dia balikkan ke arah mana yang Dia kehendaki" . Dua jari Allah adalah sifat kekerasan-Nya yang berkuasa menghukum dan sifat keindahan-Nya dan pengasih-Nya yang memberi rahmat dan nikmat. Sembahyang sebenar adalah sembahyang hati. Jika hati lalai daripada sembahyang, sembahyang zahir tidak akan teratur. Bila ini terjadi kesejahteraan dan kedamaian diri zahir yang diharapkan diperolehi daripada sembahyang zahir itu tidak diperolehi. Sebab itu Nabi s.a.w bersabda, "Amalan sembahyang mungkin dengan hati yang diam". Sembahyang adalah penyerahan yang dicipta kepada Pencipta. Ia adalah pertemuan di antara hamba dengan Tuannya. Tempat pertemuan itu ialah hati. Jika hati tertutup, lalai dan mati, begitu juga maksud sembahyang itu, tidak ada kebaikan yang sampai kepada diri zahir daripada sembahyang yang demikian, kerana hati adalah intipati atau hakikat atau zat bagi jasad, semua yang lain bergantung kepadanya. Nabi s.a.w bersabda, " Ada sekeping daging di dalam tubuh manusia, jika ia baik maka baiklah semua anggota tetapi jika ia jahat maka jahat pula anggota. Ketahuilah, itulah hati". Sembahyang yang diperintahkan oleh agama (syariat) dilakukan pada waktu tertentu, lima kali sehari semalam. Sebaiknya dilakukan di dalam masjid secara berhemah, menghadap ka'abah, mengikut imam yang tidak munafik dan tidak ria'. Masa untuk bersembahyang batin tidak mengira masa dan tidak berkesudahan, bagi kehidupan ini dan juga akhirat. Masjid bagi sembahyang ini ialah hati. Jemaahnya ialah bakat-bakat kerohanian, yang mengingat dan mengucapkan nama-nama Allah Yang Esa di dalam bahasa alam batin. Imam sembahyang ini ialah kehendak yang tidak dapat disekat, arah kiblatnya ialah keesaan Allah, yang di mana-mana, dan keabadian-Nya dan keindahan-Nya. Hati yang sejati adalah yang boleh melakukan sembahyang yang demikian. Hati yang seperti ini tidak tidur dan tidak mati. Hati dan roh yang demikian berada di dalam sembahyang yang berterusan, dan manusia yang memiliki hati yang demikian, samada dia dalam jaga atau tidur, sentiasa berbuat kebaktian. Sembahyang batin yang dilakukan oleh hati adalah keseluruhan kehidupannya. Tiada lagi bunyi bacaan, berdiri, rukuk, sujud atau duduk. Pembimbingnya, imam sembahyang itu adalah Rasulullah s.a.w sendiri. Baginda berkata-kata dengan Allah Yang Maha Tinggi, "Engkau yang kami sembah dan Engkau jualah yang kami minta pertolongan". (Surah Fatihaah, ayat 4) . Ayat suci ini ditafsirkan sebagai tanda manusia sempurna, yang melewati atau melepasi dari menjadi kosong, hilang kepada segala kebendaan, kepada suasana keesaan. Hati yang sempurna demikian menerima rahmat yang besar daripada Ilahi. Satu daripada rahmat itu dinyatakan oleh Nabi s.a.w, " Nabi-nabi dan yang dikasihi Allah meneruskan ibadat mereka di dalam kubur seperti yang mereka lakukan di dalam rumah mereka ketika mereka hidup di dalam dunia". Dalam lain perkataan kehidupan abadi hati meneruskan penyerahan kepada Allah Yang Maha Tinggi. Bila sembahyang tubuh badan dan sembahyang diri batin berpadu, sembahyang itu lengkap, sempurna. Ganjarannya besar. Ia membawa seseorang secara kerohanian kepada kehampiran dengan Allah, dan secara zahir kepada peringkat yang paling tinggi mampu dicapai. Dalam alam kenyataan mereka menjadi hamba Allah yang taat. Suasana dalaman pula mereka adalah orang arif yang memperolehi makrifat sebenar tentang Allah. Jika sembahyang zahir tidak bersatu dengan sembahyang batin, ia adalah kekurangan. Ganjarannya hanyalah pada pangkat atau kedudukan, tidak membawa seseorang hampir dengan Allah.
21/12/2011
28/05/2011
26/04/2011
Mengenal seseorang
mengenal seseorang bukan karena kekuasaan tapi karena ibadah
kenali seseorang tanpa melihat dia anak kyai,pejabat,penjahat,dll.
kalau ingin menghormati,mengasihi.. kasihi saja tanpa melihat background (anak siapa,tinggal dimana,kerja apa). jangan merasa ingin di hormati
"oh..aku anak kyai.. dia harus hormat kepadaku"
"oh aku anak pejabat.. dia harus tunduk padaku.."
subhanallah... barangsiapa yang merasa kedudukannya (derajatnya)lebih tinggi di hadapan orang lain apalagi membodohi dengan merendahkan orang lain... maka sesungguhnya di hadapan Allah swt dia lebih rendah daripada binatang.
kenali seseorang tanpa melihat dia anak kyai,pejabat,penjahat,dll.
kalau ingin menghormati,mengasihi.. kasihi saja tanpa melihat background (anak siapa,tinggal dimana,kerja apa). jangan merasa ingin di hormati
"oh..aku anak kyai.. dia harus hormat kepadaku"
"oh aku anak pejabat.. dia harus tunduk padaku.."
subhanallah... barangsiapa yang merasa kedudukannya (derajatnya)lebih tinggi di hadapan orang lain apalagi membodohi dengan merendahkan orang lain... maka sesungguhnya di hadapan Allah swt dia lebih rendah daripada binatang.
03/04/2011
Mengenal Harta
Mengenal harta identiknya kerja,dalam pekerjaan belajar menempatkan diri seperti menyesuaikan diri kepada teman kerja maupun kepada boss, seringkali dan selalu terjadi. mungkin sebagian ingin di hormati,mungkin sebagian ingin berkuasa diseluruh karyawan,atau mungkin ingin wah dalam segalanya. Berangkat kerja niatnya ibadah namun dalam ruang kerja ia lupa bahwa Allah maha segala galanya.
ku belajar mengenal harta bukan karena memperkaya diri namun karena ibadah. kredit motor bukan karena ingin mempunyai tapi ingin menyayangi. padahal tiada fikiran untuk kredit.. tapi karena adik saya merintih pada ummi soal motor.. tanpa fikir panjang "gag usah di hiraukan,nanti ku belikan".ketika saya ditawari kredit motor,saya berusaha meyakinkan diri untuk menyetujui karena adik.
setelah motor saya datang,ternyata adik tidak suka dengan motor pilihan yang ada.
saya: "ya sudah pakai saja sementara,daripada tidak ada? nanti kalau sudah full kredit,jual saja buat DP motor yang kamu suka".
adik "gak usah,nanti aku beli sendiri saja"
hari berlanjut saya pun sangat jarang membawa stnk,ya memang yang sering keluar cuma adik saya . hingga beberapa bulan adik saya beli motor baru cash tambahan.
Alhamdulillaah...
untuk saat ini motor jarang dipakai.. yang pasti sebulan sekali itu pun untuk ngaji..
ku belajar mengenal harta bukan karena memperkaya diri namun karena ibadah. kredit motor bukan karena ingin mempunyai tapi ingin menyayangi. padahal tiada fikiran untuk kredit.. tapi karena adik saya merintih pada ummi soal motor.. tanpa fikir panjang "gag usah di hiraukan,nanti ku belikan".ketika saya ditawari kredit motor,saya berusaha meyakinkan diri untuk menyetujui karena adik.
setelah motor saya datang,ternyata adik tidak suka dengan motor pilihan yang ada.
saya: "ya sudah pakai saja sementara,daripada tidak ada? nanti kalau sudah full kredit,jual saja buat DP motor yang kamu suka".
adik "gak usah,nanti aku beli sendiri saja"
hari berlanjut saya pun sangat jarang membawa stnk,ya memang yang sering keluar cuma adik saya . hingga beberapa bulan adik saya beli motor baru cash tambahan.
Alhamdulillaah...
untuk saat ini motor jarang dipakai.. yang pasti sebulan sekali itu pun untuk ngaji..
27/03/2011
DI AMBANG PERTEMUAN
Sebaik-baik pergaulan di kalangan umat Islam ialah apabila bertemu saudaranya, dia menunjukkan tingkahlaku dengan perwatakan yang baik, manis muka serta menerima dengan penuh rasa gembira yang tidak terhingga. Reaksi seperti ini amat disukai oleh Allah dan Rasul-Nya, dan besar ertinya di sisi syariat Islam serta mendapat ganjaran pahala yang banyak. Rasulullah s.a.w. melarang umatnya menghina atau memandang rendah dan memperkecilkan orang lain ketika bertemu, dengan sabdanya:
‘Jangan sekali kati kamu menghinakan sesuatu yang baik dan kalaulah kamu bertemu saudaramu hendaklah dengan muka yang manis.’ (Riwayat Muslim)
Pengajaran di sebalik hadis di atas ialah Rasulullah s.a.w. menyuruh umatnya mengukir senyuman ketika bertemu dengan kawan atau sahabat dan juga sesarna saudara dalam, Islam kerana dengan senyuman dapat mengeratkan tali persaudaraan. Mulakanlah sesuatu pekerjaan itu dengan senyuman, kerana senyuman menceriakan suasana dan mententeramkan.
Salam
Amalan yang merupakan kemuliaan di sisi Allah ialah dengan memberi salam apabila bertemu di antara dua orang Islam. Perkara ini merupakan satu saranan oleh Allah ke atas hamba-Nya melalui firman-Nya:
“Apabila diucap dengan satu ucapan maka balas olehmu dengan ucapan yang lebih baik daripadanya atau jawab secara yang elok, sesungguhnya Allah ke atas setiap sesuatu akan diperhitungkan.” (Surah Al-Nisa': 86)
Melalui ayat ini Allah menyarankan agar hambanya mengamalkan ucapan yang baik ketika bertemu dengan saudara sesame Islam bagi menjaga kesejahteraan yang dianugerahkan oleh-Nya. Dengan demikian umat Islam hendaklah memberi salam. Setiap kali bertemu saudaranya iaitu yang terdiri daripada orang orang Islam sama ada kenal ataupun sebaliknya. (Rujuk Al-Razi: 544, 604H, hlm. 169. juzuk 10)
Dalil yang menegaskan kenyataan di atas melalui hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Urnar:
‘Bahawa seorang lelaki telah bertanya kepada Rasulullah s.a.w. yang mana satu antara amalan dalam Islam itu lebih baik? Jawab Rasulullah, Kamu memberi makan kepada orang yang memerlukannya dan mengucapkan salam ke atas sesiapa yang kamu kenal dan yang tidak kenal’ (Riwayat Bukhari Dan Muslim)
Cara Memberi Dan Menjawab Salam Serta Ganjarannya
Cara salam yang disyariatkan pada awal pertemuan diucap dengan salam:
‘Selamat sejahtera atas kamu dan rahmat Allah serta keberkatannya.’
Dan dijawab oleh saudaranya dengan berkata:
‘Dan ke atas kamu selamat sejahtera dan rahmat Allah serta keberkatannya.’
Memadai juga dengan kata bererti "kesejahteraan ke atas kamu" dan setiap jawapan ini akan mendapat ganjaran pahala, mengikut kadar ucapannya, iaitu sepuluh pahala atau kebaikan, jika ditambah "warahmatullah" akan digandakan lagi sepuluh pahala dan sekiranya ditambah "wabarakatuh" maka akan diberi tiga puluh pahala atau kebaikan kepadanya. Begitulahjuga sebaliknya bagi yang menjawab. Ganjaran pahala memberi dan menjawab salam ini telah dinyatakan dalam. hadis yang diriwayatkan oleh A'mran bin Hussaini.
Telah datang seorang lelaki kepada Nabi s.a.w. dan berkata, ‘Assalamualaikum’. Maka Rasulullah menjawab salam kemudian dia duduk. Maka Rasulullah berkata sepuluh pahala kemudian datang yang lain memberi salam dengan berkata ‘Assalamualaikum warahmatullah’, lalu Rasulullah jawab salam tadi, dan berkata dua puluh pahala. Kemudian datang yang ketiga terus berkata ‘Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh’. Rasulullah pun menjawab salam tadi dan terus duduk, maka Rasulullah berkata tiga puluh pahala. (Riwayat Oleh Abu Daud Tarmizi: Hadis Hasan)
Sekiranya kita renung di sini, didapati amat besar ganjaran pahala yang diberi oleh Allah kepada pemberi dan penerima salam yang telah diajar melalui sunnah Rasulullah s.a.w. di samping mengerat siratulrahim sesama Islam.
Salam Ke Arah Keutuhan Ummah
Berdasarkan demikian apakah pengertian dan maksud salam?
Salam bermakna memberi keamanan. Sewaktu kalimah salam diucap terhadap sescorang muslim dengan berkata sesungguhnya kita mengqasat dan mendoakan dijiwanya mempunyai ketenangan, ketenteraman, gembira dan bahagia sepanjang masa, begitu juga sebaliknya harapan dari yang menjawab terhadap pemberi salam. Dengan demikian terlerailah segala perasaan hasad dengki, dendam kesumat dan sebagainya, sebaliknya tersemai dan terjalinlah perasaan persaudaraan antara satu sama lain. Kemanisan wajah yang tersenyum manis dan keramahan yang diadunkan dengan gerak geri beradab, sopan santun bersama kehalusan budi akan mengeratkan tali persaudaraan dengan adanya kalimah salam yang diucapkan. Maka di kala itu, bayangan persengketaan jauh sekali. Itulah amalan muslim ke arah keutuhan umah. (Rujuk Al-Hafiz Zakiyuddin Abdul 'Azmi bin 'Abdul Qauni Al-Munzari 1987M bersarnaan 1407H. 426-428)
Hukum Memberi Salam
Salam merupakan asas bagi setiap muslim dan muslimah yang perlu diketahui dan dijadikan pegangan serta amalan dalam pergaulan harian. Hukum memberikan salarn itu adalah "sunat" dan Nabi Muhammad s.a.w. melakukan demikian serta melazimi dan membiasakan diri dengan memberi salam. Manakala hukum menjawab salam pula adalah "wajib" iaitu sekiranya tidak menjawab hukumnya berdosa. (Rujuk Imam Al-Hafiz Abi Muhd. 'Abdul Rahman b. 'Abdul Rahim. 1353H. 469)
Maka di sini berdasarkan firman Allah yang tersebut di atas iaitu:
“Dan apabila diucap dengan satu ucapan maka balas olehmu dengan ucapan yang lebih baik daripadanya atau jawab secara yang elok. Sesungguhnya Allah ke atas setiap sesuatu akan di perhitungkan.” (Surah Al-Nisa': 86)
Melalui ayat ini Allah menyuruh kita mengucapkan sesuatu yang baik dan bermakna seperti salam atau seumpamanya yang menandakan penghormatan terhadap orang lain seperti tabik, lambaian tangan dan sebagainya. Maka dengan itu kita hendaklah membalasnya dengan sebaik mungkin kerana Allah Maha Mengetahui tentang segala yang dilakukan oleh hamba-Nya sama ada melalui amalan dan niat. Inilah yang dihitungkan ke atas hamba-Nya. Dari ayat di atas Rasulullah s.a.w. menjelaskan melalui sepotong hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah berbunyi begini:
‘Memberi salam oleh yang berkenderaan ke atas yang berjalan, yang berjalan ke atas yang duduk, yang sedikit ke atas yang hanyak dan pada satu riwayat yang kecil ke atas yang besar". (Riwayat Al Bukhari)
Hadis ini rnemberi pengajaran bahawa salam itu merupakan satu penghormatan dari seorang kepada orang lain dalam Islam. Ucapan salam, itu tidak semestinya dilakukan dengan perkataan tetapi juga boleh dilakukan dengan isyarat seperti membunyikan hon kenderaaan ketika mernandu. Dengan perkataan lain ucapan salam ini boleh dilakukan melalui pelbagai cara mengikut keadaan waktu dan tempat. (Rujuk Syamsul Al-Haq Al-Azim. Al-Abadi 1979, hlm. 100-101)
Peringatan
Selain itu sebagai peringatan, apabila seorang lelaki memberi salam kepada seorang wanita yang mana pemberi salarn itu tidak dikenali, maka hendaklah dipastikan terlebih dahulu tujuannya. Mungkin mereka hendak menggoda atau sengaja nakal hendak mengusik dan sebagainya. Maka dalam keadan begini salam tersebut tidak wajib dijawab pada syarak, kerana ia akan membuka peluang untuk lelaki tadi mendekati wanita serta menyempurnakan niat jahat yang boleh mendatangkan padah kepada kaum wanita, berdasarkan kaedah feqah iaitu menolak keburukan perlu diawasi terlebih dahulu daripada mencari sebarang kebaikan.
Bersalaman
Bersalaman atau berjabat tangan dalam kehidupan seharian lebih menjurus kepada adat atau kebiasaan sahaja, namun kita tidak pernah mendalami hakikat sebenar melalui syariat Islam. Maka di sini saya ingin menjelaskarmya melalui hadis Rasulullah s.a.w., yang dilakukan oleh Rasulullah dan sahabat sahabatnya serta jaminan ganjaran yang diberi oleh Allah terhadap dua saudara Islam bila bersalaman antara satu sama lain ketikamana mereka bersua dan di mana sahaja mereka berjumpa.
Peranan Bersalaman Dalam Kehidupan Muslim
Peranan bersalaman boleh dikatakan sebagai satu penghormatan atau tanda kemesraan antara individu dengan yang lain ketika mereka bertemu. Maka eloklah kedua duanya bersalaman atau berjabat tangan kerana perbuatan itu akan membuahkan kemesraan dan kasih sayang, perkenalan dan persahabatan serta mendapat ganjaran pahala yang besar di sisi Allah ke atas hamba-Nya. Berdasarkan dalil yang telah ditegaskan olch Rasulullah dengan sabdanya:
‘Sesungguhnya seorang muslim itu apabila bertemu saudaranya lalu bersalaman oleh kedua duanya, maka gugurlah dosa mereka sepertimana berguguran daun dari pokok yang kering ditiup angin kencang, melainkan kedua duanya diampunkan segala dosa mercka walaupun banyak seperti buih di lautan.’ (Riwayat Thibrani)
Begitu juga apabila tiba masanya sescorang sahabat dari perantauan disambut olch keluarga dan saudara mara, sahabat handai, maka tidak mengapa sambutan itu dilakukan dengan saling bersalaman dan berpelukan sebagai tanda kegembiraan sepertimana hadis Rasulullah s.a.w.:
‘Keadaan sahabat Rasulullah apabila mereka bertemu mereka bersalaman dengan berjabat tangan, dan apabila mereka menyambut kepulangan yang jauh mereka berpelukan.’ (Riwayat Abu Daud)
Oleh yang demikian syariat tetap mengakui bahawa bersalaman atau berjabat tangan memainkan peranan penting ke arah pengukuhan ummah dengan jalinan silaturahim antara satu sama lain, sepertimana yang diterangkan dalam hadis yang lain.
‘Apabila bertemu antara dua orang muslim lalu kedua duanya bersalaman dan memuji Allah lalu kedua duanya meminta ampun kepada Allah, Allah mengampunkan dosa kedua duanya.’ (Riwayat Abu Daud)
Hadis ini memberi fahaman kepada kita bahawa persaudaraan Islam memainkan peranan yang amat besar dalam mengukuhkan sesuatu masyarakat dan bangsa itu sendiri ke arah menjalinkan perpaduan kaum secara sihat dan harmoni serta dalam keredhaan Allah selalu. Hal ini sepertimana dijelaskan melalui hadis di atas. Namun demikian perlu diingatkan bahawa bejabat tangan itu hanya dibolehkan lelaki dengan lelaki dan perempuan dengan perempuan sabaja.
Di samping itu Islam membolehkan bersalaman antara lelaki Islam dengan lelaki bukan Islam. Begitujuga perempuan Islam dibolehkan bersalaman dengan perempuan bukan Islam, dengan maksud supaya tidak rasa kecil hati atau tersisih serta bertujuan bagi mewujudkan perpaduan ke arah keamanan hidup semata-mata.
Hukum Bersalaman Lelaki Perempuan
Syariat Islam melarang sama sekali untuk bersalaman antara lelaki dan perempuan yang tidak ada pertalian persaudaraan. Ringkasnya yang batal air sembahyang dan dibolehkan berkahmin, melainkan dengan berlapik. Apa yang dinyatakan di atas berdasarkan mazhab Syafie dan juga telah dinyatakan oleh Sheikh 'Athiah Saqar dari Majlis Fatwa Al Azhar dengan katanya berdasarkan kaedah mazhab Syafie:
‘Tidak halal bersalarnan antara lelaki dan perempuan melainkan dengan berlapik.’
Ini berdasarkan ayat al Quran yang berbunyi:
“Ataupun kamu sentuh wanita maka tiada kernudahan air untuk kamu berwuduk maka hendaklah karnu tayammum dengan tanah yang suci.” (Surah Al-Nisa': 43)
Berdasarkan ayat ini mengilcut mazhab Imam Syafie adalah batal wuduk sekiranya bersentuh lelaki dengan perempuan, maka dengan demikian adalah haram bersentuhan dengan sengaja sama ada secara bersalaman atau lainnya. Sama ada dengan rasa keinginan atau tidak, bersalaman tidak boleh kecuali dengan berlapik atau beralas.
Manakala jumhur, iaitu (Hanafi, Maliki dan Hambali) berpendapat tidak mengapa sekadar bersalarnan antara lelaki dan perempuan sekiranya tidak ada keinginan nafsu antara mereka.
Walau bagaimanapun menurut fatwa Sheikh Mohd Mutwalli al-Sha'rawi menyatakan bahawa tidak digalakkan bersalaman antara lelaki dengan perempuan sekalipun disertakan dengan niat sekadar bersalaman sahaja. Kerana ini adalah peraturan dari hukum syarak ditakuti akan wujud bibit-bibit keinginan nafsu syahwat melalui antara dua tangan yang bersalaman tadi. (Rujuk Muhd. Mutwali Al-Sya'rawi. T.T. 157).
Menurut mazhab Syafie seandainya bersalaman tanpa lapik adalah berdosa kerana sentuhan di antara dua tangan yang bukan mahramnya (bukan ibu bapa atau saudaranya) wajiblah beristighfar dan bertaubat memohon keampunan dari Allah. (Rujuk Al-Imam Abi Zakaria Yahya bin Syarafi Al-Nawawi Al-Demsyacli. 1992. hlm. 185-186).
Masalah ini jika hendak diperkatakan dianggap sesuatu yang ringan dan remeh di kalangan orang Islam. Sebenamya ia adalah besar dan berat di sisi Allah dan di sudut akhlak orang Islam, lebih-lebih lagi di kalangan anak-anak muda dan remaja kerana ini membawa saharn kepada gejala gejala yang lebih besar. Sebab itulah dari menularnya permasalahan yang lebih besar maka jalanjalan yang mendorong ke arahnya mesti dihalang terlebih dahulu. Soal ini ditegaskan berdasarkan hadis Rasulullah s.a.w. yang diriwayatkan oleh Ma'qal bin Yasar telah menceritakan bahawa Rasulullah pernah bersabda dengan katanya:
‘Sekiranya ditikam di kepala seseorang kamu dengan sebatang besi adalah lehih haik baginya dari menyentub kulit wanita yang tidak halal untuk disentuh.’ (Riwayat Baihaki)
Hadis ini menunjukkan bahawa syariat Islam menegah sama sekali menyentuh jasad wanita yang sihat dan sempurna serta normal, kecuali apabila wanita itu didapati sakit atau memberi pertolongan cemas ataupun dengan maksud mengubat, maka ini dibolehkan di sisi syariat sekadar yang sepatutnya dengan ertikata memberi pertolongan serta disaksi olch orang lain iaitu bukan herdua duaan dan tidak sekali kali melampaui batasan. (Rujuk Muhd. 'Abdul Raof Al-Manawi. 1972. hlrn. 258)
Cara Memberi Salam Antara Lelaki Dan Wanita
Suka dinyatakan di sim bahawa Rasulullah s.a.w. sentiasa memberi salam kepada kaum wanita dengan ucapan ‘Assalamualikum’ serta memberi isyarat sebagai penghormatan dengan mengangkat tangan sahaja dan tidak bersalaman dengan berjabat tangan. Soal ini telah diceritakan oleh Asma' binti Yazid melalui sepotong hadis:
‘Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. telah melambai di perkarangan masjid pada suatu hari didapati sekumpulan kaum wanita sedang duduk di sisi masjid. Maka Rasulullah s.a.w. mengangkat tangannya sebagai tanda penghornnatan dengan mengucapkan kalimah salam.’ (Riwayat Tarmizi)
Demikianlah perbezaan amalan bersalaman antara lelaki dan perempuan namun ganjarannya adalah sama di sisi Allah dengan mendoakan semoga selamat sejahtera, asalkan salam yang diberi itu betul dan ikhlas, Allah sahaja yang membalas.
‘Jangan sekali kati kamu menghinakan sesuatu yang baik dan kalaulah kamu bertemu saudaramu hendaklah dengan muka yang manis.’ (Riwayat Muslim)
Pengajaran di sebalik hadis di atas ialah Rasulullah s.a.w. menyuruh umatnya mengukir senyuman ketika bertemu dengan kawan atau sahabat dan juga sesarna saudara dalam, Islam kerana dengan senyuman dapat mengeratkan tali persaudaraan. Mulakanlah sesuatu pekerjaan itu dengan senyuman, kerana senyuman menceriakan suasana dan mententeramkan.
Salam
Amalan yang merupakan kemuliaan di sisi Allah ialah dengan memberi salam apabila bertemu di antara dua orang Islam. Perkara ini merupakan satu saranan oleh Allah ke atas hamba-Nya melalui firman-Nya:
“Apabila diucap dengan satu ucapan maka balas olehmu dengan ucapan yang lebih baik daripadanya atau jawab secara yang elok, sesungguhnya Allah ke atas setiap sesuatu akan diperhitungkan.” (Surah Al-Nisa': 86)
Melalui ayat ini Allah menyarankan agar hambanya mengamalkan ucapan yang baik ketika bertemu dengan saudara sesame Islam bagi menjaga kesejahteraan yang dianugerahkan oleh-Nya. Dengan demikian umat Islam hendaklah memberi salam. Setiap kali bertemu saudaranya iaitu yang terdiri daripada orang orang Islam sama ada kenal ataupun sebaliknya. (Rujuk Al-Razi: 544, 604H, hlm. 169. juzuk 10)
Dalil yang menegaskan kenyataan di atas melalui hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Urnar:
‘Bahawa seorang lelaki telah bertanya kepada Rasulullah s.a.w. yang mana satu antara amalan dalam Islam itu lebih baik? Jawab Rasulullah, Kamu memberi makan kepada orang yang memerlukannya dan mengucapkan salam ke atas sesiapa yang kamu kenal dan yang tidak kenal’ (Riwayat Bukhari Dan Muslim)
Cara Memberi Dan Menjawab Salam Serta Ganjarannya
Cara salam yang disyariatkan pada awal pertemuan diucap dengan salam:
‘Selamat sejahtera atas kamu dan rahmat Allah serta keberkatannya.’
Dan dijawab oleh saudaranya dengan berkata:
‘Dan ke atas kamu selamat sejahtera dan rahmat Allah serta keberkatannya.’
Memadai juga dengan kata bererti "kesejahteraan ke atas kamu" dan setiap jawapan ini akan mendapat ganjaran pahala, mengikut kadar ucapannya, iaitu sepuluh pahala atau kebaikan, jika ditambah "warahmatullah" akan digandakan lagi sepuluh pahala dan sekiranya ditambah "wabarakatuh" maka akan diberi tiga puluh pahala atau kebaikan kepadanya. Begitulahjuga sebaliknya bagi yang menjawab. Ganjaran pahala memberi dan menjawab salam ini telah dinyatakan dalam. hadis yang diriwayatkan oleh A'mran bin Hussaini.
Telah datang seorang lelaki kepada Nabi s.a.w. dan berkata, ‘Assalamualaikum’. Maka Rasulullah menjawab salam kemudian dia duduk. Maka Rasulullah berkata sepuluh pahala kemudian datang yang lain memberi salam dengan berkata ‘Assalamualaikum warahmatullah’, lalu Rasulullah jawab salam tadi, dan berkata dua puluh pahala. Kemudian datang yang ketiga terus berkata ‘Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh’. Rasulullah pun menjawab salam tadi dan terus duduk, maka Rasulullah berkata tiga puluh pahala. (Riwayat Oleh Abu Daud Tarmizi: Hadis Hasan)
Sekiranya kita renung di sini, didapati amat besar ganjaran pahala yang diberi oleh Allah kepada pemberi dan penerima salam yang telah diajar melalui sunnah Rasulullah s.a.w. di samping mengerat siratulrahim sesama Islam.
Salam Ke Arah Keutuhan Ummah
Berdasarkan demikian apakah pengertian dan maksud salam?
Salam bermakna memberi keamanan. Sewaktu kalimah salam diucap terhadap sescorang muslim dengan berkata sesungguhnya kita mengqasat dan mendoakan dijiwanya mempunyai ketenangan, ketenteraman, gembira dan bahagia sepanjang masa, begitu juga sebaliknya harapan dari yang menjawab terhadap pemberi salam. Dengan demikian terlerailah segala perasaan hasad dengki, dendam kesumat dan sebagainya, sebaliknya tersemai dan terjalinlah perasaan persaudaraan antara satu sama lain. Kemanisan wajah yang tersenyum manis dan keramahan yang diadunkan dengan gerak geri beradab, sopan santun bersama kehalusan budi akan mengeratkan tali persaudaraan dengan adanya kalimah salam yang diucapkan. Maka di kala itu, bayangan persengketaan jauh sekali. Itulah amalan muslim ke arah keutuhan umah. (Rujuk Al-Hafiz Zakiyuddin Abdul 'Azmi bin 'Abdul Qauni Al-Munzari 1987M bersarnaan 1407H. 426-428)
Hukum Memberi Salam
Salam merupakan asas bagi setiap muslim dan muslimah yang perlu diketahui dan dijadikan pegangan serta amalan dalam pergaulan harian. Hukum memberikan salarn itu adalah "sunat" dan Nabi Muhammad s.a.w. melakukan demikian serta melazimi dan membiasakan diri dengan memberi salam. Manakala hukum menjawab salam pula adalah "wajib" iaitu sekiranya tidak menjawab hukumnya berdosa. (Rujuk Imam Al-Hafiz Abi Muhd. 'Abdul Rahman b. 'Abdul Rahim. 1353H. 469)
Maka di sini berdasarkan firman Allah yang tersebut di atas iaitu:
“Dan apabila diucap dengan satu ucapan maka balas olehmu dengan ucapan yang lebih baik daripadanya atau jawab secara yang elok. Sesungguhnya Allah ke atas setiap sesuatu akan di perhitungkan.” (Surah Al-Nisa': 86)
Melalui ayat ini Allah menyuruh kita mengucapkan sesuatu yang baik dan bermakna seperti salam atau seumpamanya yang menandakan penghormatan terhadap orang lain seperti tabik, lambaian tangan dan sebagainya. Maka dengan itu kita hendaklah membalasnya dengan sebaik mungkin kerana Allah Maha Mengetahui tentang segala yang dilakukan oleh hamba-Nya sama ada melalui amalan dan niat. Inilah yang dihitungkan ke atas hamba-Nya. Dari ayat di atas Rasulullah s.a.w. menjelaskan melalui sepotong hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah berbunyi begini:
‘Memberi salam oleh yang berkenderaan ke atas yang berjalan, yang berjalan ke atas yang duduk, yang sedikit ke atas yang hanyak dan pada satu riwayat yang kecil ke atas yang besar". (Riwayat Al Bukhari)
Hadis ini rnemberi pengajaran bahawa salam itu merupakan satu penghormatan dari seorang kepada orang lain dalam Islam. Ucapan salam, itu tidak semestinya dilakukan dengan perkataan tetapi juga boleh dilakukan dengan isyarat seperti membunyikan hon kenderaaan ketika mernandu. Dengan perkataan lain ucapan salam ini boleh dilakukan melalui pelbagai cara mengikut keadaan waktu dan tempat. (Rujuk Syamsul Al-Haq Al-Azim. Al-Abadi 1979, hlm. 100-101)
Peringatan
Selain itu sebagai peringatan, apabila seorang lelaki memberi salam kepada seorang wanita yang mana pemberi salarn itu tidak dikenali, maka hendaklah dipastikan terlebih dahulu tujuannya. Mungkin mereka hendak menggoda atau sengaja nakal hendak mengusik dan sebagainya. Maka dalam keadan begini salam tersebut tidak wajib dijawab pada syarak, kerana ia akan membuka peluang untuk lelaki tadi mendekati wanita serta menyempurnakan niat jahat yang boleh mendatangkan padah kepada kaum wanita, berdasarkan kaedah feqah iaitu menolak keburukan perlu diawasi terlebih dahulu daripada mencari sebarang kebaikan.
Bersalaman
Bersalaman atau berjabat tangan dalam kehidupan seharian lebih menjurus kepada adat atau kebiasaan sahaja, namun kita tidak pernah mendalami hakikat sebenar melalui syariat Islam. Maka di sini saya ingin menjelaskarmya melalui hadis Rasulullah s.a.w., yang dilakukan oleh Rasulullah dan sahabat sahabatnya serta jaminan ganjaran yang diberi oleh Allah terhadap dua saudara Islam bila bersalaman antara satu sama lain ketikamana mereka bersua dan di mana sahaja mereka berjumpa.
Peranan Bersalaman Dalam Kehidupan Muslim
Peranan bersalaman boleh dikatakan sebagai satu penghormatan atau tanda kemesraan antara individu dengan yang lain ketika mereka bertemu. Maka eloklah kedua duanya bersalaman atau berjabat tangan kerana perbuatan itu akan membuahkan kemesraan dan kasih sayang, perkenalan dan persahabatan serta mendapat ganjaran pahala yang besar di sisi Allah ke atas hamba-Nya. Berdasarkan dalil yang telah ditegaskan olch Rasulullah dengan sabdanya:
‘Sesungguhnya seorang muslim itu apabila bertemu saudaranya lalu bersalaman oleh kedua duanya, maka gugurlah dosa mereka sepertimana berguguran daun dari pokok yang kering ditiup angin kencang, melainkan kedua duanya diampunkan segala dosa mercka walaupun banyak seperti buih di lautan.’ (Riwayat Thibrani)
Begitu juga apabila tiba masanya sescorang sahabat dari perantauan disambut olch keluarga dan saudara mara, sahabat handai, maka tidak mengapa sambutan itu dilakukan dengan saling bersalaman dan berpelukan sebagai tanda kegembiraan sepertimana hadis Rasulullah s.a.w.:
‘Keadaan sahabat Rasulullah apabila mereka bertemu mereka bersalaman dengan berjabat tangan, dan apabila mereka menyambut kepulangan yang jauh mereka berpelukan.’ (Riwayat Abu Daud)
Oleh yang demikian syariat tetap mengakui bahawa bersalaman atau berjabat tangan memainkan peranan penting ke arah pengukuhan ummah dengan jalinan silaturahim antara satu sama lain, sepertimana yang diterangkan dalam hadis yang lain.
‘Apabila bertemu antara dua orang muslim lalu kedua duanya bersalaman dan memuji Allah lalu kedua duanya meminta ampun kepada Allah, Allah mengampunkan dosa kedua duanya.’ (Riwayat Abu Daud)
Hadis ini memberi fahaman kepada kita bahawa persaudaraan Islam memainkan peranan yang amat besar dalam mengukuhkan sesuatu masyarakat dan bangsa itu sendiri ke arah menjalinkan perpaduan kaum secara sihat dan harmoni serta dalam keredhaan Allah selalu. Hal ini sepertimana dijelaskan melalui hadis di atas. Namun demikian perlu diingatkan bahawa bejabat tangan itu hanya dibolehkan lelaki dengan lelaki dan perempuan dengan perempuan sabaja.
Di samping itu Islam membolehkan bersalaman antara lelaki Islam dengan lelaki bukan Islam. Begitujuga perempuan Islam dibolehkan bersalaman dengan perempuan bukan Islam, dengan maksud supaya tidak rasa kecil hati atau tersisih serta bertujuan bagi mewujudkan perpaduan ke arah keamanan hidup semata-mata.
Hukum Bersalaman Lelaki Perempuan
Syariat Islam melarang sama sekali untuk bersalaman antara lelaki dan perempuan yang tidak ada pertalian persaudaraan. Ringkasnya yang batal air sembahyang dan dibolehkan berkahmin, melainkan dengan berlapik. Apa yang dinyatakan di atas berdasarkan mazhab Syafie dan juga telah dinyatakan oleh Sheikh 'Athiah Saqar dari Majlis Fatwa Al Azhar dengan katanya berdasarkan kaedah mazhab Syafie:
‘Tidak halal bersalarnan antara lelaki dan perempuan melainkan dengan berlapik.’
Ini berdasarkan ayat al Quran yang berbunyi:
“Ataupun kamu sentuh wanita maka tiada kernudahan air untuk kamu berwuduk maka hendaklah karnu tayammum dengan tanah yang suci.” (Surah Al-Nisa': 43)
Berdasarkan ayat ini mengilcut mazhab Imam Syafie adalah batal wuduk sekiranya bersentuh lelaki dengan perempuan, maka dengan demikian adalah haram bersentuhan dengan sengaja sama ada secara bersalaman atau lainnya. Sama ada dengan rasa keinginan atau tidak, bersalaman tidak boleh kecuali dengan berlapik atau beralas.
Manakala jumhur, iaitu (Hanafi, Maliki dan Hambali) berpendapat tidak mengapa sekadar bersalarnan antara lelaki dan perempuan sekiranya tidak ada keinginan nafsu antara mereka.
Walau bagaimanapun menurut fatwa Sheikh Mohd Mutwalli al-Sha'rawi menyatakan bahawa tidak digalakkan bersalaman antara lelaki dengan perempuan sekalipun disertakan dengan niat sekadar bersalaman sahaja. Kerana ini adalah peraturan dari hukum syarak ditakuti akan wujud bibit-bibit keinginan nafsu syahwat melalui antara dua tangan yang bersalaman tadi. (Rujuk Muhd. Mutwali Al-Sya'rawi. T.T. 157).
Menurut mazhab Syafie seandainya bersalaman tanpa lapik adalah berdosa kerana sentuhan di antara dua tangan yang bukan mahramnya (bukan ibu bapa atau saudaranya) wajiblah beristighfar dan bertaubat memohon keampunan dari Allah. (Rujuk Al-Imam Abi Zakaria Yahya bin Syarafi Al-Nawawi Al-Demsyacli. 1992. hlm. 185-186).
Masalah ini jika hendak diperkatakan dianggap sesuatu yang ringan dan remeh di kalangan orang Islam. Sebenamya ia adalah besar dan berat di sisi Allah dan di sudut akhlak orang Islam, lebih-lebih lagi di kalangan anak-anak muda dan remaja kerana ini membawa saharn kepada gejala gejala yang lebih besar. Sebab itulah dari menularnya permasalahan yang lebih besar maka jalanjalan yang mendorong ke arahnya mesti dihalang terlebih dahulu. Soal ini ditegaskan berdasarkan hadis Rasulullah s.a.w. yang diriwayatkan oleh Ma'qal bin Yasar telah menceritakan bahawa Rasulullah pernah bersabda dengan katanya:
‘Sekiranya ditikam di kepala seseorang kamu dengan sebatang besi adalah lehih haik baginya dari menyentub kulit wanita yang tidak halal untuk disentuh.’ (Riwayat Baihaki)
Hadis ini menunjukkan bahawa syariat Islam menegah sama sekali menyentuh jasad wanita yang sihat dan sempurna serta normal, kecuali apabila wanita itu didapati sakit atau memberi pertolongan cemas ataupun dengan maksud mengubat, maka ini dibolehkan di sisi syariat sekadar yang sepatutnya dengan ertikata memberi pertolongan serta disaksi olch orang lain iaitu bukan herdua duaan dan tidak sekali kali melampaui batasan. (Rujuk Muhd. 'Abdul Raof Al-Manawi. 1972. hlrn. 258)
Cara Memberi Salam Antara Lelaki Dan Wanita
Suka dinyatakan di sim bahawa Rasulullah s.a.w. sentiasa memberi salam kepada kaum wanita dengan ucapan ‘Assalamualikum’ serta memberi isyarat sebagai penghormatan dengan mengangkat tangan sahaja dan tidak bersalaman dengan berjabat tangan. Soal ini telah diceritakan oleh Asma' binti Yazid melalui sepotong hadis:
‘Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. telah melambai di perkarangan masjid pada suatu hari didapati sekumpulan kaum wanita sedang duduk di sisi masjid. Maka Rasulullah s.a.w. mengangkat tangannya sebagai tanda penghornnatan dengan mengucapkan kalimah salam.’ (Riwayat Tarmizi)
Demikianlah perbezaan amalan bersalaman antara lelaki dan perempuan namun ganjarannya adalah sama di sisi Allah dengan mendoakan semoga selamat sejahtera, asalkan salam yang diberi itu betul dan ikhlas, Allah sahaja yang membalas.
26/03/2011
Twitter is Over Capacity?
Sudah dua kali saya mendapati pesan seperti ini di Twitter.com. Saat situs ini kelebihan kapasitas, dia akan menampilkan sebuah halaman dengan gambar ikan paus besar yang pingsan sedang berusaha digotong ramai-ramai dengan tali oleh delapan burung.

Halaman ini terlihat lucu dan inovatif. Pada halaman ini terdapat teks:
Twitter is Over Capacity. Please wait a moment and try again. For information, check out Twitter status.
Apabila bebannya tidak terlalu berat, dengan me-refresh kembali halaman tersebut beberapa kali, halaman yang sebenarnya akan kembali pulih.
Apakah anda pernah mengalaminya juga?
24/03/2011
HATI ASAS PERGAULAN
Dalam kehidupan, manusia tidak dapat lari dari pergaulan rakan dan taulan. Asas utama yang menjadi kunci adalah hati yang menjadi peranan penting dalamjiwa dan kehidupan Muslim untuk menegak iman yang kuat serta jati diri yang berasaskan ketakwaan kepada Allah serta mengingati-Nya dengan berzikir dan berselawat kepada Rasulullah sepanjang masa.
Firman Allah dalam surah al-Anfal 8, ayat 2 menyentuh kepentingan hati:
“Sesunguhnya orang orang beriman itu apabila mereka menyebut Allah terasa gementarlah hati-hati mereka.”
Iman menunjukkan keikhlasan hati yang sihat akan membuahkan keimanan yang kuat dan akan membawa kepada jiwa yang bersih serta fikiran yang bernas dan menampakkan keikhlasan dalam pergaulan.
Hati membayangkan keikhlasan iman seseorang berdasarkan apa yang diungkapkan oleh lidah atau gerak geri dan tingkah laku dalam pergaulan harian, ini sudah dapat difahami bahawa itu adalah kehendak hati walaupun tiada sebarang penjelasan melalui percakapan.
Sekiranya hati sentiasa sihat pergaulan dan persahabatan sentiasa mesra dan bahagia. Sebaliknya andai hati tidak sihat maka tidak ada tolak ansur dalam pergaulan. Setiap tindakan sudah ketara tidak ikhlas dan boleh membawa kepada munafik disebabkan sering kali berbohong dan berdolak dalik mencari helah bagi melindung diri dari penipuan.
Begitulah peranan hati dalam menjalani kehidupan di dunia ini, tetapi setiap insan sering kali melupai bahawa segala tindakan di dunia ini adalah penentuan habuan yang akan sampai di antara dua persimpangan di hari pembalasan sama ada baik atau buruk, ke syurga atau neraka. Malangnya jalan yang dilalui dalam kehidupan setiap insan sentiasa melalaikan kecuali yang beriman. Lantaran itu Rasulullah sentiasa memberi peringatan terhadap umatnya melalui sabda baginda:
‘Kasihilah olehmu akan saudara kamu seperti mana kamu kasih kepada diri kamu sendiri.’
Baik Buruk Peranan Hati
Hati merupakan asas yang sangat penting dan tersembunyi dalam diri setiap insan. la memainkan peranan yang sangat bermakna dalam kehidupan seharian. Rasulullah s.a.w. menyatakan soal hati seperti berikut:
‘Ketahuilah kamu di dalam badan manusia terdapat segumpal darah. Apabila baik maka baiklah keseluruhan segala perbuatannya dan apabila buruk maka buruklah keseluruhan tingkah lakunya. Ketahuilah kamu bahawa ia adalah hati’
Berdasarkan hadis di atas bahawa kebaikan manusia atau keburukannya datang dari hati, kerana hati adalah pengarah bagi pancaindera yang lahir. Jika hatinya baik maka baiklah segala perbuatannya serta rasa senang setiap rakan taulan mendekatinya dalam pergaulan. Andai hatinya buruk dan busuk, maka segala perbuatannya akan jahat dan keji, sentiasa cenderung ke arah maksiat mengikut kehendak hati dan hawa nafsu, dan pernikirannya ketika itu pula akan kalah dan sentiasa diketepikan. Oleh itu, hati adalah raja bagi seluruh anggota, manakala anggota-anggotanya yang lain adalah tentera. Anggota-anggota ini sering melakukan sesuatu mengikut kehendak hati. Andai baik hati maka baiklah dalam pergaulan. Andai sebaliknya, maka kawan dan rakan seringl kali menjadi mangsa. Dalam masalah ini Allah s.w.t sentiasa mengingatkan kepada hamba Nya melalui firman Nya dalam al Quran, surah al Syu'ara' 26, ayat 88-89 yang berbunyi:
“Di hari yang tidak ada manfaat sama ada harta benda begitu juga anak-anak melainkan sesiapa yang menghadap Allah dengan hati yang suci murni (iaitu penuh keikhlasan) kerana Allah semata-mata.”
Hati yang amat dihargai di sisi Allah ialah hati yang suci bersih dari sebarang maksiat, syubhah, hasad dengki dan seterusnya perkara perkara yang makruh atau yang dibenci oleh Allah. Sebab itu Rasulullah s.a.w sentiasa berdoa kepada Allah dengan sabdanya:
‘Ya Allah, sesungguhnya aku memohon darimu hati yang suci bersih’
Walaupun Rasulullah s.a.w seorang yang maksum, tetapi ia sentiasa berdoa supaya hatinya suci bersih. Hal ini adalah bertujuan sebagai pengajaran kepada umatnya.
Dengan demikian hati yang suci bersih dari sebar ang kekejian itu ialah hati yang bersih dari segala penyakit yang dibenci oleh Allah seperti hasad, dengki, dendam, iri hati, cemburu di atas kejayaan orang lain atau merancang sesuatu yang tidak baik bertujuan menganiaya orang lain dan sebagainya.
Seandainya tidak ada perkara perkara yang tersebut di atas, sudah tentu hati itu akan sentiasa kasih kepada Allah dengan melakulcan perkara perkara yang diredai oleh Allah dengan rasa ikhlas. Rakan dan taulan juga menyenanginya dalam pergaulan dan Allah sentiasa mengasihinya.
Situasi ini sangat dititikberatkan oleh syariat kerana hati memainkan peranan penting ke arah mengukuhkan keimanan dan memantapkan keyakinan akidah seseorang yang beriman kepada Allah berdasarkan sabda Rasulullah s.a.w yang berbunyi:
‘Tidak tetap iman seseorang hamba sehinggalah tetap pendirian nya.’
Bagi menentukan ketetapan iman atau sebaliknya dengan herdasarkan segala amalan anggota lahiriah yang berlandaskan niat hati kerana kejujuran amalan itu tidak wujud melainkan terletak pada hati yang ikhlas.
Tetap Pendirian
Istilah tetap pendirian boleh diertikan dengan jati diri dan dalam bahasa Arab disebut istiqaah qulub seperti mana tersebut dalam hadis di atas. Bagi seseorang yang tetap pendiriannya, ia tidak mudah dipengaruhi olch mana mana unsur yang tidak baik atau hasutan jahat yang boleh membawa kemusnahan diri. Apabila disentuh soal keimanan pula, seseorang yang tetap pendirian itu disebut sebagai kuat iman atau warak, iaitu hatinya sentiasa merasa ingat dan patuh kepada suruhan dan perintah Allah dan sentiasa melakukan sesuatu ke arah yang diredai oleh Allah sepanjang hayatnya secara baik dan sabar. Sebab itulah sekiranya Allah mahu hambanya baik, maka diperelokkan isi hatinya dengan mengenali Allah dan sifatnya serta memahami segala ilmu agama dan hikmah keagungan ilmu itu sendiri. Manakala jiwanya merasai betapa nikmatnya memahami sesuatu bidang ilmu dengan mendalam dan baik dengan merasai kemanisan ilmu seperti mana ia merasai kemanisan iman. Pepatah Arab ada menyatakan:
‘Kemanisan ilmu bila dikuasai oleh orang yang ada kemanisan iman bagaikan kemanisan tamar yang terhidang di hadapan orang yang sedang berbuka puasa.’
Pepatah ini menggambarkan perwatakan orang yang beriman dan berilmu apabila disertai dengan kesabaran terasa senang dan tenang serta sejuk setiap mata yang memandang.
Itulah peranan hati dalam kehidupan. Hati dapat mencorak kewibawaan seseorang melalui gerak geri dan perilaku yang disenangi dalam pergaulan harian sama ada di tempat kerja seperti majikan dengan pekerjanya atau sebaliknya ataupun di mana sahaja atau sesiapa yang berdamping dengannya. Sesiapa juga yang ada kaitan dalam melaksanakan sesuatu perbincangan dan tunjuk ajar darinya sering kali tidak mudah melatah dalam memutuskan sesuatu keputusan. Inilah sikap orang yang tetap pendirian dengan erti kata jati diri yang berlandaskan iman, ilmu, dan akal yang mantap yang dapat merealisasikan keadaan pergaulan yang sempurna dan tenang. Sebaliknya orang yang mati hati itu tidak mahu mengambil berat soal tuntutan yang disyariatkan oleh Allah dan tidak mahu memahami adab di dalam pergaulan atau hubungan sesama manusia sama ada soal memberi salam atau menerima salam orang lain tidak disampaikan kepada penerima. Begitu juga soal keizinan untuk memasuki ke dalam rumah orang lain, jauh sekali hendak menghormati hak sesama manusia atau berterima kasih kepada orang yang memberi pertolongan kepadanya. Secara tidak langsung balasan buruk baik selepas mati tidak sekali-kali dihiraukan, jauh sekali hendak memikir kebesaran Allah dan keagungan maha pencipta. (Imam Falkhhruddin Al-Razi Al-Shafie 1990, 52-53)
Sebab itu Allah menggambarkan kedudukan mereka dalam al Quran seperti binatang ternakan dalam firman-Nya dalam surah al A'raf, ayat 179:
“Mereka itu seperti binatang ternakan bahkan mereka lebih sesat dari itu.”
Itulah gambaran orang yang mati hati tidak dapat memahami apa maksud segala kejadian Allah, maka ia tidak mampu menghasilkan segala kelebihan yang Allah anugerahkan kepadanya. Akhirnya mereka lengah dan tidak mengambil berat akan segala suruhan Allah. Hidup mereka dalam kejahilan yang mati dari kesedaran akidah yang menjadi asas kepada agama Islam, sedangkan ia mengaku dirinya adalah Islam. Golongan inilah yang digambarkan hidup mereka sebagai kubur kepada nyawa dan roh mereka sendiri seperti mana yang digambarkan oleh penyair di dalam syairnya dibawah ini.
‘Dalam kejahilan sebelum mati ia merupakan mati kepada si jahil dan jasad mereka sebelum berkubur telah terkubur. Roh mereka telah bersangkar dalam kekejian jasad yang jahil maka bagi mereka tiada harapan sebelum jasad mereka hancur mereka telah hancur.’
Maksud jahil di sini ialah mati hati dan rohani, iaitu jahil untuk mengenali Allah dan segala ilmu yang disyariatkan kepada hambanya untuk mendalami dan beramal dengannya semasa roh dikandung jasad. Kerana ilmu itu dari Allah khusus untuk hamba Nya yang beriman dan ilmu Allah itu merupakan cahaya yang dapat menghidupkan hati dari segala kejahilan. Seandainya seseorang hamba itu menjauhkan diri dari ilmu Allah maka hatinya terus mati, ibarat tanah tanpa hujan tiada tumbuh tumbuhan yang menghiasi di permukaannya. (Ibnu Qaim Al-Juziah 691-751H. 273-276 ms.)
Lantaran itulah Lukmanulhakim telah menasihati anaknya dengan katanya:
‘Wahai anakku, dudukiah bersama sama ulama dan berbincanglah bersama mereka dengan penuh dedikasi, maka sesungguhnya Allah akan menghidupkan segala isi hati hambanya dengan cahaya hikmah ilmu-Nya seperti mana menyubur bumi dengan titisan hujan’.
Demikian juga Muaz bin Jabal pernah menegaskan: "Tuntut olehmu akan ilmu sesungguhnya menuntut ilmu kerana Allah akan menjadikan kamu takut kepada-Nya. Menuntut ilmu adalah ibadat, mengingati ilmu merupakan tasbih, membincangnya pula adalah jihad dan sekiranya kamu ajar kepada orang yang tidak mengetahui adalah sedekah. Manakala menghabiskan masa dengan ahli ilmu merupakan pendekatan diri kepada Allah dan ilmulah yang memberi pengetahuan terhadap kamu soal halal haram, makruh atau syubhah yang akan terpelihara diri kamu dari api neraka".
Oleh itu, sentiasalah dekati dengan ilmu kerana ia menyegarkan hati dan rohani yang telah terkulai layu. Sekiranya kita patuhi segala kehendak ilmu pengetahuan yang kita ketahui ia akan menerangi jalan kebahagiaan dunia dan akhirat, kerana ilmu satu satunya yang dapat menjinakkan jiwa yang liar serta menghidupkan hati yang mati. Dengan demikian hati yang mati ini tiada yang dapat menghidupkannya melainkan ilmu dan iman serta keikhlasan beribadat kepada Allah sahaja. Yang dimaksudkan dengan menghidupkan hati dengan ilmu ialah dengan sentiasa berzikir, istighfar, selawat ke atas Rasulullah, memaafkan kesalahan orang lain, ikhlas, murah hati dan jauh daripada maksiat. Dengan demikian bolehlah dikatakan hati yang hidup.
Kita boleh mengenali hati yang hidup ini kerana ia mempunyai ciri-ciri tertentu, iaitu menunjukkan sikap berhemah tinggi serta sifat-sifat seperti pemaaf, pemurah, tidak meninggi diri atau menunjuk nunjuk, tidak sombong dan tidak mengeluarkan kata-kata yang boleh menyinggung perasaan orang lain. Di samping itu, apabila dilihat kepadanya, maka akan nampaklah ciri-ciri keimanan seperti khusyuk, lemah lembut, sabar mendengar dan menerima pendapat orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri serta bersimpati dengan orang yang kurang bernasib baik dan bersifat tolong menolong, dan bertimbang rasa. Inilah gambaran orang yang hatinya tidak mati.
Manakala hati yang mati amat ditakuti oleh setiap insan yang beriman. Bagi orang yang beriman, mereka tidak takut mati apabila sampai ajalnya kerana bekalan sudah sempurna, tetapi yang amat ditakuti ialah sekiranya mati hati. Ini kerana mati hati menjadikanjasad hidup dalam keadaan hina disebabkan nafsu tidak berpandukan akal. Ketika itu kedudukan jasad tidak berguna lagi sama ada di sisi Allah atau pada pandangan masyarakat. Oleh yang demikian, hati yang mati adalah pembunuh jiwa yang sihat, manakala jiwa yang sihat berpunca dari hati yang hidup bernafaskan iman. Lantaran itu hati memainkan peranan yang sangat penting ke arah jiwa yang baik dan tenang serta sanggup memikul segala cabaran yang mendatang, ibarat bunga yang segar mengeluarkan keharuman yang menyegar setiap individu dan masyarakat yang mendampinginya. Sebaliknya hati yang mati tiada keharuman jiwa, ibarat bunga yang busuk sentiasa mengeluarkan bauan yang tidak menyenangkan orang lain. Dengan kata lain, orang yang mati hati tidak hertimbang rasa terhadap orang yang kurang bernasib baik. (Abi Hamid Muhammad M Gazali, 1989. 149)
Kewajipan Menjaga Hati Dan Cara Mengubatinya
Menurut Imarn Al-Ghazali, kewajipan ke atas manusia yang waras ialah menjaga dan memperbaiki niat hatinya serta menjauhkan segala anggapan dan sangkaan buruk kepada saudaranya ketika bergaul sesama rakan. Kewajipan inilah yang dituntut oleh syariat kepada semua mukalaf supaya menjaga hati mereka untuk menjadi insan yang kamil dan sempurna dunia dan akhirat. Hati merupakan anggota yang paling berbahaya, dan sesiapa yang mempunyai hati yang sakit dan mati, maka ia akan memberi kesan yang sangat buruk terhadap permasalahan yang sukar untuk diperbaiki. Oleh yang demikian Imam Al-Ghazali menggariskan beberapa asas sebagai panduan menjaga dan mengubati hati.
Asas pertama: Firman Allah dalam surah al-Ghafir, ayat 19 berbunyi:
“Allah mengetahui segala pengkhianatan yang bermula dari mata dan apa yang tersembunyi di dada setiap hamba.”
Dalil di atas dapat difahamkan jika seseorang berhasrat atau terlintas di hatinya hendak menghasut, prasangka, atau melakukan niat jahat, maka ingatlah bahawa Allah amat mengetahui setiap rahsia yang terdetik di dada hambanya melalui dalil al-Quran yang terdapat dalam surah al Maidah, ayat 7:
“Sesungguhnya Allah mengetahui akan segala isi hati yang tersemat di dada hambanya.”
Berdasarkan ayat di atas, Allah memperkuatkan lagi keyakinan hamba-Nya dengan firman-Nya dalam surah al-Ahzab, ayat 51:
“Dan Allah amat mengetahui setiap apa yang terkandung di dalam hati kamu.”
Lantaran itu beberapa kali Allah menyebut dalam al Quran dengan kalimah “Amat mengetahui segala isi hati hamba-Nya” dengan tujuan supaya setiap hamba mengetahui segala ilmu Allah dan taat kepadaNya bagi mengingati dan berhati-hati supaya tidak dilakukan perbuatan yang dilarang secara sengaja atausebaliknya.
Allah memberikan peringatan itu kerana manusia sering melakukan perbuatan yang dilarang oleh Allah dengan mengikut hawa nafsu dan kehendak hati yang amat sukar untuk dihindarkan sedangkan Allah amat mengetahui zahir dan batin juga segala niat isi hati yang mengatur segala perilaku hambanya. Berdasarkan demikian Imam Al-Ghazali telah memberi satu pesanan dengan katanya: "Lihat olehmu akan apa yang kamu mengetahui dari segala hatimu". Maksudnya renunglah segala apa yang mendatangkan kebaikan dari segala kerja hati yang terdiri dari keinginan hati, cita cita, hasrat dan tujuan. Sekiranya baik teruskanlah, andai sebaliknya hentikan dengan segera.
Asas kedua: Sabda Rasulullah s.a.w.
‘Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa paras kamu dan tidak kepada tubuh badan kamu, dan sesungguhnya Allah tetap melihat kepada hati kamu dan segala amalan kamu yang berlandaskan keikhlasan hati.’
Di sini menunjukkan ketetapan hati yang ikhlas merupakan tempat utama yang difokuskan olch Allah swt untuk diberi ganjaran. Tetapi alangkah pelik dan hairan sekali manusia melakukan sesuatu sering kali terlupa kepada Allah tetapi yang diingat ialah untuk mendapat pujian dan sanjungan serta penghormatan sesama manusia. Inilah yang menjadi ukuran dalarn pengorbanan seharian tanpa keikhlasan yang sebenar. (Imam Abi Abdul Rahman Al-Sulma. 330 412H, ms 10)
Asas ketiga: Hati merupakan ketua kepada anggota manakala anggota anggota lain adalah ikutan kepada hati, jika elok isi hati maka tetaplah pendiriannya serta eloklah perilaku anggota anggota lain yang sernuanya mengikut kehendak hati. Berdasarkan sabda Rasulullah s.a.w. di dalam hadis yang berbunyi:
‘Sesungguhnya di dalam jasad manusia didapati segumpal darah, apabila baik maka baiklah keseluruhan badannya, dan apabila buruk maka buruklah segala keperibadiannya, adakah tidak kamu tahu sesungguhnya itulah hati.’
Berdasarkan ayat ayat di atas dan juga hadis menunjukkan hati mcrupakan anggota yang. paling berharga, tempat simpanan segala kemuliaan seorang hamba, asas segala amalan lahir dan batin. Hati adalah ketua segala anggota yang merupakan panduan kepada rohani dan jiwa setiap insan. Demikianlah peranan hati sangat besar tanggunjawabnya ke arah mengendalikan nilaian diri, manakala kejahilan pula mematikan hati dan rohani sekalipun badannya hidup dan bergerak di muka burni. Jasadnya merupakan kubur bagi hati yang telah mati. Perkara sedemikian dapat dielakkan sekiranya kita belajar dan mengetahui akan segala ilmu Allah yang, disyariatkan kepada kita. Ilmu Allah ini dapat menjadi permangkin keimanan dan penawar. Untuk menghidupkan hati yang telah mati, kita hendaklah rnelakukan ibadat dan beralakhlak mulia sesama manusia.
Sekian, wassalam.
Adab pengantin dan pergaulan suami-isteri
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dari kebaikannya dan kebaikan sifat yang ada padanya; dan aku berlindung kepada-Mu dari keburukannya dan keburukan sifat yang ada padanya” (HR. Abu Daud dan dihasankan oleh Al-Albani).
2. Hendaklah kedua mempelai melakukan shalat dua rakaat bersama, ketika awal dipertemukan, kerana kaum salaf melaksanakan demikian.
3. Rayulah isteri dan bercandalah dengannya di saat santai berduaan. Nabi n selalu bercanda, tertawa dan merayu isteri-isterinya.
4. Bacalah basmalah sebelum melakukan jima`. Rasulullah n bersabda, “Kalau sekiranya seorang di antara kamu hendak bersenggama dengan isterinya membaca :
“Dengan menyebut nama Alllah, ya Allah, jauhkanlah setan dari kami dan jauhkan syetan dari apa yang Engkau rezkikan kepada kami”, maka sesungguhnya jika keduanya dikurniai anak dari kamasutranya itu, nescaya ia tidak akan dibahayakan oleh setan selama-lamanya.” (Muttafaq ‘alaih).
Dahuluilah dengan rayuan, rabaan, ciuman, dan cumbuan yang mesra sampai benar-benar kedua anda siap melakukan jima’ (senggama).
5. Jika ingin bersenggama lagi, berwudhulah terlebih dahulu, kerana Rasulullah S.a.w bersabda; “Apabila salah seorang kamu telah bersetubuh dengan isterinya, lalu ingin mengulanginya maka hendaklah berwudhu.” (HR. Muslim; 308, Ahmad; 10777, Tirmidzi; 191)
6. Berwudhulah sebelum tidur sesudah melakukan jima’ bila sempat.
Bonda Aisyah r.a menuturkan, “Rasulullah S.a.w bila hendak makan atau tidur saat beliau junub, maka beliau mencuci kemaluan dan berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat.” (Muttafaq ’alaih)
7. Haram hukumnya menyetubuhi isteri di saat haid atau menyetubuhi duburnya. Rasulullah n bersabda, Barangsiapa yang melakukan persetubuhan terhadap wanita haid atau pada duburnya, atau datang kepada dukun (tukang sihir) lalu membenarkan apa yang dia katakannya, maka sungguh ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad.” (HR. Al-Arba`ah dan dishahihkan oleh Al-Albani).
8. Jangan menyebarkan rahsia tentang hubungan suami isteri. Rasulullah n bersabda, “Sesungguhnya manusia yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari Kiamat adalah seorang lelaki yang berhubungan dengan isterinya (jima`), kemudian ia menyebarkan rahsianya.” (HR. Muslim no. 1437, Ahmad; 11258, Abu Daud; 4870)
9. Saling bergaullah dengan baik, dan laksanakan kewajiban anda masing-masing terhadap yang lain. Allah S.w.t berfirman, “Dan para isteri mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut yang ma`ruf.” (Al-Baqarah: 228).
10. Berlaku lembut dan bersikap baiklah terhadap isteri, dan ajarkan masalah agama, serta tekankan pada perintah Allah terhadapnya. Rasulullah n bersabda, “Ingatlah, berpesan baiklah selalu kepada isteri, kerana sesungguhnya mereka adalah tawanan di sisi kalian....” (HR. At-Turmudzi)
11. Hendaknya isteri selalu ta`at kepada suaminya sesuai kemampuannya asal bukan dalam hal kemaksiatan, jangan dia mematuhi siapapun bila tidak disukai atau bertentangan dengan kehendak suami, janganlah isteri menolak ajakan suami. Rasulullah n bersabda, “Bila suami mengajak isteri ke tempat tidur lalu ia tidak memenuhi ajakannya, kemudian sang suami tidur dalam keadaan marah padanya, maka malaikat melaknat wanita tersebut sampai hari pagi.” (Muttafaq ‘alaih).
12. Berlaku adillah terhadap isteri-isteri. Rasulullah n bersabda, “Barangsiapa mempunyai dua isteri, lalu ia lebih cenderung kepada salah satunya, nescaya ia datang di hari Kiamat dalam keadaan sebelah badannya miring.” (HR. Abu Daud no; 2133, Ahmad; 8363, At-Tirmidzi; 1141, an-Nasai; 3942 Ibn Majah; 1969, ad Darimi; 2206 dan dishahihkan oleh Al-Albani)
13. Bersabarlah atas watak isteri yang pada umumnya cemburu berlebihan, sehingga bersikap kurang sopan (lihat al-Bukhari; 5225, Ahmad; 11616, At Tirmidzi; 1359, An Nasai; 3955, Abu Daud; 3557, Ibnu Majah; 2384, Ad Darimi; 2598), atau yang kurang pandai berterima kasih.
Sumber :
- Al-Qur’anul Karim
- Hisnul Muslim, Said bin Ali bin Wahf Al-Qahthani.
- Kaifa Nurobby Auladana?
- 130 Masail fitarbiyatil aulad.
- Tarbiyatul Athfal ala Manhajin Nabawi.
20/03/2011
Demo
Yaa Allaah..
Kalau Engkau sudah tulis aku dalam ketetepanMu (lauhil Mahfuzh)
“Aku ini harus jadi orang celaka”
silahkan Yaa Allaah.. karena Engkau maha Kuasa.
dan Kalau Engkau menulis
“aku ini di sana adalah orang yang terusir”
usirlah yaa Robb karena Engkau maha kuasa.
kalau Engkau menulis
“aku ini harus terhalang”
layaklah orang seperti aku di usir dihalangi.. memang aku tidak layak untuk kesana…
Yaa Allaah..
Engkaupun berfirman..
يَمْحُو اللّهُ مَا يَشَاءُ وَيُثْبِتُ وَعِندَهُ أُمُّ الْكِتَابِ
Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul-Kitab (Lauh mahfuzh).
19/03/2011
Qolbu
Qalbu adalah Singgasana Allah
Pusat kendali diri setiap manusia
Landasan penampakkan Al Haq
Ranah hamparan kasih rahmatNya
Ia adalah cerminan hakikatNya
Mikroskop nilai keluhuranNya
Wadah penampung kalamNya
Jaring penangkap isyarat-isyaratNya
Ia dianalogikan dengan cahaya
Diurai dengan huruf-huruf Qur’ani
Ia laksana, minyak dan lampu
Dalam Misykat serta kaca menyala
Ia mudah terbalik dan pongah,
Qalbu yang ingat mulia, yang lalai nista,
Ia kadang bersinar, kadang gelap,
Ia menyinari jagad diri dan kehidupan,
Qalbu didatangi DutaNya untuk
Dipersiapkan menerima tugas ketuhanan
Qalb suci bermoral malaikatNya
Qalbu kotor berkarakteri setan terlaknat
Qalbu adalah penanda setiap insan
Adakah ia manusia baik atau buruk
Ia merupakan pundit rahasia batin
Samudera pengetahuan setiap manusia
Ia kunci pembuka keagunganNya
Pintu pembentang rahasia-rahasiaNya
Itulah wajah hakiki qalbumu yang sesungguhnya
Simpanlah rahasia batinmu, kau akan melihat rahasiaNya
Kebahagiaan dunia bisa diraih dengan jejak kaki
Kebahagiaan hakiki akhirat hanya bisa ditempuh dengan qalbu
Penyingkapan Agung dan tirai Makrifat terbuka oleh “laku“ qalbu
Rapor kebaikan dan keburukan setiap insani berdasar “laku“ qalbu
Manusia yang membiarkan kalbunya penuh noda hati
Selamanya tidak akan merasakan penyingkapan rahasia AgungNya
Qalbu adalah perbendaharaan agung
Modal utama setiap manusia menujuNya
Insan yang tidak memuliakan kalbunya
Akan menuai keburukan abadi di sisiNya
Qalbu adalah landasan pacu hakikat
Nilai hakiki tidak akan landing di qalbu yang kotor
Qalbu yang tidak suci berlumur hijab
Qalbu yang terhijab tidak akan Makrifatullah
Qalbu adalah media Wushul da Qurb
Keintiman denganNya juga dengan “laku“ qalbu
Hakikat kebaikan bersendikan qalbu
Kebaikan yang tidak bernurani, adalah busuk
Ilham suciNya turun di qalbu suci
Qalbu buruk adalah landasan bisikan jahat setan
Muara “laku“ qalbu adalah ridhaNya
KerelaanNya hanya berdasarkan “laku“ qalbu jernih
KemurkaanNya akibat “ulah“ qalbu
Siksa pedih akhirat juga akibat “ulah“ busuk qalbu
Qalbu adalah sentra penentu nasib
Kebahagiaan dan kesengsaraan hakiki akibat qalbu
Qalbu yang taat beroleh ridhaNya
Qalbu yang kufur, akan menuai kemurkaanNya
Qalbu yang pongah dan tersesat
Adalah qalbu yang lupa mendzikir padaNya
Wajah kebaikan qalbu adalah lurus
Wajah kesesatan qalbu, tindak kemaksiatannya
Tajamkan mata Qalbu dan pikir
Akan tersingkap keagungan rahasia ayat-ayatNya
Qalbu adalah pengantin jasad dan ruh
Hanya Qalbu Sakinah yang sambung dengan DiriNya
Lihatlah kepada “laku“ baik qalbumu
Itulah rahasia batinmu, dan modal utamamu menujuNya
Pandanglah kebaikan-kebaikanNya
Akan ditampakkan untukmu segala makna hakiki
HAKIKAT QOLBU DAN RUH
Semoga Allah SWT senantiasa membimbing & menolong kita agar dapat senantiasa
menjadi insan yang berakal. Yang mampu mengendalikan dan mengarahkan dorongan hawa
nafsu serta gejolak syahwat yang ada pada diri kita sesuai dengan hukum-hukum syara’ yang
ditetapkan oleh Allah SWT, sehingga dengan izin & pertolongan-Nya kita dapat meningkatkan
lagi derajat ruh kita menjadi “Qolbu” dan “Ruh”.
Qolbu
Ketika nafsu sudah reda dari perbuatan-perbuatan maksiat-maksiatnya & mulai tenang
karenanya, namun terkadang masih berubah-ubah diantara sadar & lalai, atau antara ingat &
lupa antara dorongan taat & maksiat, maka ia dinamakan “Qolbu”.
Orang yang ruhnya sudah sampai derajat qolbu maka ia sudah dapat meninggalkan
perbuatan-perbuatan maksiat & dosa dengan ringan & tenang, karena dorongan-dorongan hawa
nafsu untuk berbuat maksiat & dosa sudah mulai reda dari dirinya. Bahkan ia merasa malu
kepada Allah jika muncul keinginan berbuat maksiat, serta gelisah hatinya jika berbuat khilaf.
Rosulullah SAW bersabda : “Ketika kamu tidak merasa malu, maka berbuatlah apa saja yang
kamu kehendaki” (HR. Bukhari & Muslim). Ini menunjukkan bahwa jika ruh sudah sampai derajat
qolbu, maka akan tumbuhlah rasa malu kepada Allah yang akan menjadi benteng yang sangat
kokoh dari keterjerumusan kepada perbuatan nista & dosa.
Ibadah bagi orang yang berderajat qolbu sudah terasa indah & nikmat. Sholat & dzikirnya
khusyu’, do’a & munajatnya sungguh-sungguh, amalnya ikhlas, pembicaraanya bermakna &
akhlaknya mulia.
Seorang mukmin yang derajat ruhnya sudah naik ke derajat qolbu maka hatinya sudah
mulai dimasuki “Nurullah” atau “Cahaya-cahaya Allah”, hidayah & ilmu karunia-Nya meresap &
bercahaya di dalam qolbunya, sehingga ia dapat dijadikan tempat bertanya & meminta fatwa.
Rasulullah SAW bersabda :”Mintalah fatwa kepada qolbumu. Kebaikan itu adalah yang
menentramkan nafsu & qobu, sedangkan dosa adalah yang menggelisahkan nafsu &
meresahkan qolbu” (HR. Ahmad).
Mukmin yang ruhnya sudah sampai derajat qolbu, maka keimanannya kepada Allah &
Rosul-Nya begitu suci, kokoh & mendalam, mendahului akal & pikirannya. Satu ayat Allah yang
ia dengar atau baca akan langsung bersinar & mencahayai dirinya, mencahayai orang yang di
sisinya, mendorong amal & membangkitkan semangat berjuang di jalan-Nya. Bahkan ayat-ayat
Al-Qur’an yang telah ia baca walaupun akalnya belum sampai pemahamannya atau bukti belum
ditemukannya, jika itu adalah berita atau janji dari Allah, ia akan mengimani & meyakininya.
Para sahabat Rasulullah SAW adalah gambaran pribadi-pribadi berderajat qolbu ini.
Sesaat setelah masuk Islam, satu ayat Al-Qur’an yang ia dengar atau baca, kemudian satu
taushiah Rasulullah yang ia terima akan merubah kepribadiannya, membangkitkan amalnya &
mengobarkan semangat jihadnya.
Tidak sedikit sahabat Rasulullah SAW yang telah menjadi “Pahalawan Islam” yang luar
biasa jasanya dalam dakwah Islam walaupun belum sempat khatam Al-Qur’an, karena beliau
syahid di medan jihad sebelum Al-Qur’ an selesai diturunkan. Diantara sahabat tersebut adalah
Mush’ab Bin Umair, Hamzah Bin Abdul Muthalib, Zaid Bin Haritsah, Abdullah Bin Rawahah &
Ja’far Bin Abi Thalib. Allah SWT berfirman :“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah
mereka yang apabila disebut asma Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayatayat-
Nya, maka bertambahlah iman mereka (karenanya)” (QS.8. Al-Anfaal : 2).
“Ruh” yang sudah sampai derajat “Qolbu” senantiasa “Tawajjuh”, menghadap Allah SWT
baik dalam keadaan berdiri, duduk maupun berbaring. Hamba-hamba Allah yang berqolbu bersih
atau selamatlah yang akan beruntung & mulia di saat menghadap Allah di akhirat kelak. Allah
SWT berfirman :”Pada hari yang tiada gunanya harta benda & anak-anak, kecuali orang-orang
yang menghadap Allah dengan qolbu yang selamat” (QS.26. As-Syu’araa’ : 88-89).
Ruh
Ketika qolbu sudah disinari cahaya-cahaya “Tawajjuh”, terus-menerus cahaya tawajjuh
itu datang ke dalamnya, kemudian ia merasa tenang menghadap Allah & tuma’ninah di dalam
dzikir kepada-Nya, maka ia dinamakan “Ruh”. Ruh yang telah sempurna sebagai ruh.
Ruh akan senantiasa merindukan saat-saat “Tawajjuh”, yaitu saat-saat menghadap &
mendekat kepada Allah. Ia akan merasakan ketenangan yang tidak terkira di saat dzikir, ibadah
& aktifitas amal-amal sholih lainnya. Di dalam sholat ia sangat menikmati & hanyut dalam khusyu’
saat menggetarkan kalimat “Inni Wajjahtu Wajhiya Lilladzi Fathorossamaawaati wal ardho …”
yang artinya “Sesungguhny aku menghadapkan wajahku (beserta seluruh jiwa ragaku) ke Hadirat
Dzat Yang Menciptakan langit dan bumi …..”. Tawajjuh yang sungguh-sungguh ini disambut oleh
Allah yang kemudian memancarkan ke dalam dirinya cahaya-cahaya “Muwajahah”, yaitu cahaya
menghadap-Nya Allah untuk menerima tawajjuh-nya ruh seorang hamba. Jadi “Ruh” adalah
permulaan tempat bersinarnya cahaya-cahaya “Muwajahah”.
Jika Allah sudah memancarkan cahaya “Muwajahah” ke dalam ruh seorang hamba-Nya,
maka mulailah tersingkap hijab dari dirinya & terbukalah pintu untuk masuk ke Hadirat Allah, Dzat
Yang Paling Dicintai oleh seorang hamba.
Orang yang sudah sampai derajat “Ruh” ini, terkadang mulai muncul dalam
kehidupannya “Khoriqul ‘Adat”, yaitu hal-hal yang diluar kebiasaan kebanyakan orang, baik
yang berupa “Ma’unah” atau “Karomah”. Ma’unah adalah pertolongan Allah yang diberikan
kepada orang-orang mu’min yang taat & istiqomah, sedangkan “Karomah” adalah pertolongan &
penghormatan dari Allah kepada para “Waliyullah”. Waliyullah ialah orang-orang yang sangat
dicintai dan disayangi oleh Allah SWT. Ia dikaruniai oleh Allah kesanggupan sholat, dzikir, baca
Al-Qur,an, puasa & ibadah-ibadah lain lainnya yang luar biasa. Do’anya mustajab sehingga dapat
menjadi jalan pertolongan Allah bagi sesamanya. Kekuatan pendengaran, pandangan & tenaga
jasadnya dapat menjadi luar biasa. Bahkan, ia terkadang diberi karunia oleh Allah SWT dapat
mengetahui sesuatu yang tersembunyi atau belum terjadi.
Rosulullah SAW bersabda, bahwa Allah SWT berfirman (dalam Hadits Qudsy):”Tidaklah
seorang hamba taqurrub (mendekat) kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai dari pada
dengan segala sesuatu yang Aku wajibkan atasnya. Dan terus-menerus hamba-Ku taqorrub
kepadap-Ku dengan amal-amal sunnah sehingga Aku mencintainya. Ketika Aku telah mencintai-
Nya, maka Aku menjadi pendengaran-Nya yang dengannya ia mendengar, menjadi matanya
yang dengannya ia melihat, menjadi tangannya yang dengannya ia memukul & menjadi kakinya
yang dengannya ia berjalan. Dan sungguh, jika ia memohon kepada-Ku, niscaya akan Aku akan
memberikannya, dan jika ia memohon perlindungan kepada-Ku, niscaya Aku akan
melindunginya” (HR. Buhkhari).
Semoga Allah SWT membersihkan ruh kita dan memberikannya derajat yang tinggi di
sisi-Nya. Wallaahu A’lam Bisshowaab.
menjadi insan yang berakal. Yang mampu mengendalikan dan mengarahkan dorongan hawa
nafsu serta gejolak syahwat yang ada pada diri kita sesuai dengan hukum-hukum syara’ yang
ditetapkan oleh Allah SWT, sehingga dengan izin & pertolongan-Nya kita dapat meningkatkan
lagi derajat ruh kita menjadi “Qolbu” dan “Ruh”.
Qolbu
Ketika nafsu sudah reda dari perbuatan-perbuatan maksiat-maksiatnya & mulai tenang
karenanya, namun terkadang masih berubah-ubah diantara sadar & lalai, atau antara ingat &
lupa antara dorongan taat & maksiat, maka ia dinamakan “Qolbu”.
Orang yang ruhnya sudah sampai derajat qolbu maka ia sudah dapat meninggalkan
perbuatan-perbuatan maksiat & dosa dengan ringan & tenang, karena dorongan-dorongan hawa
nafsu untuk berbuat maksiat & dosa sudah mulai reda dari dirinya. Bahkan ia merasa malu
kepada Allah jika muncul keinginan berbuat maksiat, serta gelisah hatinya jika berbuat khilaf.
Rosulullah SAW bersabda : “Ketika kamu tidak merasa malu, maka berbuatlah apa saja yang
kamu kehendaki” (HR. Bukhari & Muslim). Ini menunjukkan bahwa jika ruh sudah sampai derajat
qolbu, maka akan tumbuhlah rasa malu kepada Allah yang akan menjadi benteng yang sangat
kokoh dari keterjerumusan kepada perbuatan nista & dosa.
Ibadah bagi orang yang berderajat qolbu sudah terasa indah & nikmat. Sholat & dzikirnya
khusyu’, do’a & munajatnya sungguh-sungguh, amalnya ikhlas, pembicaraanya bermakna &
akhlaknya mulia.
Seorang mukmin yang derajat ruhnya sudah naik ke derajat qolbu maka hatinya sudah
mulai dimasuki “Nurullah” atau “Cahaya-cahaya Allah”, hidayah & ilmu karunia-Nya meresap &
bercahaya di dalam qolbunya, sehingga ia dapat dijadikan tempat bertanya & meminta fatwa.
Rasulullah SAW bersabda :”Mintalah fatwa kepada qolbumu. Kebaikan itu adalah yang
menentramkan nafsu & qobu, sedangkan dosa adalah yang menggelisahkan nafsu &
meresahkan qolbu” (HR. Ahmad).
Mukmin yang ruhnya sudah sampai derajat qolbu, maka keimanannya kepada Allah &
Rosul-Nya begitu suci, kokoh & mendalam, mendahului akal & pikirannya. Satu ayat Allah yang
ia dengar atau baca akan langsung bersinar & mencahayai dirinya, mencahayai orang yang di
sisinya, mendorong amal & membangkitkan semangat berjuang di jalan-Nya. Bahkan ayat-ayat
Al-Qur’an yang telah ia baca walaupun akalnya belum sampai pemahamannya atau bukti belum
ditemukannya, jika itu adalah berita atau janji dari Allah, ia akan mengimani & meyakininya.
Para sahabat Rasulullah SAW adalah gambaran pribadi-pribadi berderajat qolbu ini.
Sesaat setelah masuk Islam, satu ayat Al-Qur’an yang ia dengar atau baca, kemudian satu
taushiah Rasulullah yang ia terima akan merubah kepribadiannya, membangkitkan amalnya &
mengobarkan semangat jihadnya.
Tidak sedikit sahabat Rasulullah SAW yang telah menjadi “Pahalawan Islam” yang luar
biasa jasanya dalam dakwah Islam walaupun belum sempat khatam Al-Qur’an, karena beliau
syahid di medan jihad sebelum Al-Qur’ an selesai diturunkan. Diantara sahabat tersebut adalah
Mush’ab Bin Umair, Hamzah Bin Abdul Muthalib, Zaid Bin Haritsah, Abdullah Bin Rawahah &
Ja’far Bin Abi Thalib. Allah SWT berfirman :“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah
mereka yang apabila disebut asma Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayatayat-
Nya, maka bertambahlah iman mereka (karenanya)” (QS.8. Al-Anfaal : 2).
“Ruh” yang sudah sampai derajat “Qolbu” senantiasa “Tawajjuh”, menghadap Allah SWT
baik dalam keadaan berdiri, duduk maupun berbaring. Hamba-hamba Allah yang berqolbu bersih
atau selamatlah yang akan beruntung & mulia di saat menghadap Allah di akhirat kelak. Allah
SWT berfirman :”Pada hari yang tiada gunanya harta benda & anak-anak, kecuali orang-orang
yang menghadap Allah dengan qolbu yang selamat” (QS.26. As-Syu’araa’ : 88-89).
Ruh
Ketika qolbu sudah disinari cahaya-cahaya “Tawajjuh”, terus-menerus cahaya tawajjuh
itu datang ke dalamnya, kemudian ia merasa tenang menghadap Allah & tuma’ninah di dalam
dzikir kepada-Nya, maka ia dinamakan “Ruh”. Ruh yang telah sempurna sebagai ruh.
Ruh akan senantiasa merindukan saat-saat “Tawajjuh”, yaitu saat-saat menghadap &
mendekat kepada Allah. Ia akan merasakan ketenangan yang tidak terkira di saat dzikir, ibadah
& aktifitas amal-amal sholih lainnya. Di dalam sholat ia sangat menikmati & hanyut dalam khusyu’
saat menggetarkan kalimat “Inni Wajjahtu Wajhiya Lilladzi Fathorossamaawaati wal ardho …”
yang artinya “Sesungguhny aku menghadapkan wajahku (beserta seluruh jiwa ragaku) ke Hadirat
Dzat Yang Menciptakan langit dan bumi …..”. Tawajjuh yang sungguh-sungguh ini disambut oleh
Allah yang kemudian memancarkan ke dalam dirinya cahaya-cahaya “Muwajahah”, yaitu cahaya
menghadap-Nya Allah untuk menerima tawajjuh-nya ruh seorang hamba. Jadi “Ruh” adalah
permulaan tempat bersinarnya cahaya-cahaya “Muwajahah”.
Jika Allah sudah memancarkan cahaya “Muwajahah” ke dalam ruh seorang hamba-Nya,
maka mulailah tersingkap hijab dari dirinya & terbukalah pintu untuk masuk ke Hadirat Allah, Dzat
Yang Paling Dicintai oleh seorang hamba.
Orang yang sudah sampai derajat “Ruh” ini, terkadang mulai muncul dalam
kehidupannya “Khoriqul ‘Adat”, yaitu hal-hal yang diluar kebiasaan kebanyakan orang, baik
yang berupa “Ma’unah” atau “Karomah”. Ma’unah adalah pertolongan Allah yang diberikan
kepada orang-orang mu’min yang taat & istiqomah, sedangkan “Karomah” adalah pertolongan &
penghormatan dari Allah kepada para “Waliyullah”. Waliyullah ialah orang-orang yang sangat
dicintai dan disayangi oleh Allah SWT. Ia dikaruniai oleh Allah kesanggupan sholat, dzikir, baca
Al-Qur,an, puasa & ibadah-ibadah lain lainnya yang luar biasa. Do’anya mustajab sehingga dapat
menjadi jalan pertolongan Allah bagi sesamanya. Kekuatan pendengaran, pandangan & tenaga
jasadnya dapat menjadi luar biasa. Bahkan, ia terkadang diberi karunia oleh Allah SWT dapat
mengetahui sesuatu yang tersembunyi atau belum terjadi.
Rosulullah SAW bersabda, bahwa Allah SWT berfirman (dalam Hadits Qudsy):”Tidaklah
seorang hamba taqurrub (mendekat) kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai dari pada
dengan segala sesuatu yang Aku wajibkan atasnya. Dan terus-menerus hamba-Ku taqorrub
kepadap-Ku dengan amal-amal sunnah sehingga Aku mencintainya. Ketika Aku telah mencintai-
Nya, maka Aku menjadi pendengaran-Nya yang dengannya ia mendengar, menjadi matanya
yang dengannya ia melihat, menjadi tangannya yang dengannya ia memukul & menjadi kakinya
yang dengannya ia berjalan. Dan sungguh, jika ia memohon kepada-Ku, niscaya akan Aku akan
memberikannya, dan jika ia memohon perlindungan kepada-Ku, niscaya Aku akan
melindunginya” (HR. Buhkhari).
Semoga Allah SWT membersihkan ruh kita dan memberikannya derajat yang tinggi di
sisi-Nya. Wallaahu A’lam Bisshowaab.
Langganan:
Komentar (Atom)
