Adzan merupakan panggilan ibadah bagi umat islam untuk menunaikan shalat fardu. Adzan dikumandangkan oleh seorang muadzin dari tempat ibadah (mesjid/muhollah) setiap memasuki waktu shalat lima waktu. Panggilan kedua setelah azan dinamakan iqamah digunakan untuk memberitahu umat bahwa ibadah shalat berjamaah dimulai.
Lafal adzan:
2x ٱللَّٰهُ أَكْبَرُ ٱللَّٰهُ أَكْبَرُ
Allah maha besar Allah maha besar
2x أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَٰهَ إِلَّا ٱللَّٰهُ
Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah
2x أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ ٱللَّٰهِ
Aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad utusan Allah
2x حَيَّ عَلَىٰ ٱلصَّلَاةِ
Mari kita menunaikan Shalat
2x حَيَّ عَلَىٰ ٱلْفَلَاحِ
Mari kita meraih kemenangan
(Adzan Subuh) 2x ٱلصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنَ ٱلنَّوْمِ
Shalat lebih baik daripada tidur
ٱللَّٰهُ أَكْبَرُ ٱللَّٰهُ أَكْبَر
Allah maha besar Allah maha besar
لَا إِلَٰهَ إِلَّا ٱللَّٰهُ
Tiada Tuhan selain Allah
Lafal iqaamah:
ٱللَّٰهُ أَكْبَرُ ٱللَّٰهُ أَكْبَرُ
Allah maha besar Allah maha besar
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَٰهَ إِلَّا ٱللَّٰهُ
Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah
أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ ٱللَّٰهِ
Aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad utusan Allah
حَيَّ عَلَىٰ ٱلصَّلَاةِ
Mari kita menunaikan Shalat
حَيَّ عَلَىٰ ٱلْفَلَاحِ
Mari kita meraih kemenangan
قَدْ قَامَتِ الصَّلَاةُ ،قَدْ قَامَتِ الصَّلَاةُ
Sesungguhnya sudah hampir mengerjakan sholat.
ٱللَّٰهُ أَكْبَرُ ٱللَّٰهُ أَكْبَر
Allah maha besar Allah maha besar
لَا إِلَٰهَ إِلَّا ٱللَّٰهُ
Tiada Tuhan selain Allah
doa sebelum azan dikumandangkan:
سُبْحَانَ اللّـهِ وَالْحَمْدُ لِلّهِ وَلآ اِلهَ اِلَّا اللّهُ وَاللّهُ اكْبَر, وَلآ حَوْلَ وَلآ قٌوّةَ اِلّا بِآللّهِ العَلِئىُّ العَظِيْمِ, اللهُمَّ صَلّ وسَلِمْ عَلى سَيِدِنَا مُحَمَّدٍ اللّهُ يَا كَرِيْمُ.
doa sesudah azan dikumandangkan:
للهُمَّ رَبَّ هذِهِ الدَّعْوَةِ التَّآمَّةِ، وَالصَّلاَةِ الْقَآئِمَةِ، آتِ مُحَمَّدَانِ الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ وَالشَّرَفَ وَالدَّرَجَةَ الْعَالِيَةَ الرَّفِيْعَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًامَحْمُوْدَانِالَّذِىْ وَعَدْتَهُ اِنَّكَ لاَتُخْلِفُ الْمِيْعَادَ
Kriteria muadzin:
Muslim dan berakal
Baik agamanya
Diutamakan orang dewasa, namun jika terpaksa anak kecil tidak mengapa
Memiliki sifat amanah
Tidak menerima upah adzan
Suara muadzin lantang dan merdu
Ketentuan dan tata cara adzan:
Muazin disunahkan suci dari hadas besar dan kecil
Berdiri
Muadzin menghadap ke arah kiblat ketika mengumandangkan adzan;
Melakukan adzan ditempat tinggi, atau dengan pengeras suara;
Memperhatikan tajwid, memperlambat adzan dan mempercepat iqamah;
Meletakkan jari-jari di telinga ketika adzan
Menengok ke kanan dan ke kiri ketika hayya’alatain
Apabila mendengar suara adzan, disunahkan untuk menjawab adzan tersebut sebagaimana yang diucapkan oleh muadzin, kecuali apabila muadzin mengucapkan: "Hayya alash-shalah", "Hayya alal-falah", dan "Ashsalatu khairum minan-naum" (dalam adzan Subuh).
Apabila muadzin mengucapkan "Hayya alash-shalah" atau "Hayya alal-falah", disunahkan menjawabnya dengan lafal "La haula wa la quwwata illa billahil 'aliyyil 'azhim" yang artinya "Tiada daya dan tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah". Apabila muadzin mengucapkan "Ashsalatu khairum minan-naum" dalam adzan Subuh, disunahkan menjawabnya dengan lafal "Shadaqta wa bararta wa ana 'ala dzalika minasy syahidin" yang artinya "Benarlah engkau dan baguslah ucapanmu dan saya termasuk orang-orang yang menyaksikan kebenaran itu".
Sejarah adzan dan iqamah
Adzan mulai disyariatkan pada tahun kedua Hijriah. Mulanya, pada suatu hari Nabi Muhammad ﷺ mengumpulkan para sahabat untuk memusyawarahkan bagaimana cara memberitahu masuknya waktu shalat dan mengajak orang ramai agar berkumpul ke masjid untuk melakukan shalat berjamaah.
Di dalam musyawarah itu ada beberapa usulan. Ada yang mengusulkan supaya dikibarkan bendera sebagai tanda waktu shalat telah masuk. Apabila benderanya telah berkibar, hendaklah orang yang melihatnya memberitahu kepada umum. Ada juga yang mengusulkan supaya ditiup trompet seperti yang biasa dilakukan oleh pemeluk agama Yahudi.
Ada lagi yang mengusulkan supaya dibunyikan lonceng seperti yang biasa dilakukan oleh orang Nasrani. Ada seorang sahabat yang menyarankan bahwa manakala waktu shalat tiba, maka segera dinyalakan api pada tempat yang tinggi di mana orang-orang bisa dengan mudah melihat ke tempat itu, atau setidaknya, asapnya bisa dilihat orang walaupun berada di tempat yang jauh. Yang melihat api itu, hendaklah datang menghadiri shalat berjamaah.
Semua usulan yang diajukan itu ditolak oleh Nabi. Tetapi, dia menukar lafal itu dengan assalatu jami’ah (marilah shalat berjamaah). Lantas, ada usul dari Umar bin Khattab jika ditunjuk seseorang yang bertindak sebagai pemanggil kaum Muslim untuk shalat pada setiap masuknya waktu shalat. Kemudian saran ini bisa diterima oleh semua orang dan Nabi Muhammad ﷺ juga menyetujuinya.
Asal muasal
Lafal adzan tersebut diperoleh dari hadis tentang asal muasal adzan dan iqamah:
Abu Daud mengisahkan bahwa Abdullah bin Zaid berkata sebagai berikut: "Ketika cara memanggil kaum muslimin untuk shalat dimusyawarahkan, suatu malam dalam tidurku aku bermimpi. Aku melihat ada seseorang sedang menenteng sebuah lonceng. Aku dekati orang itu dan bertanya kepadanya, "apakah ia bermaksud akan menjual lonceng itu? Jika memang begitu, aku memintanya untuk menjual kepadaku saja". Orang tersebut justru bertanya," Untuk apa?" Aku menjawabnya, "Bahwa dengan membunyikan lonceng itu, kami dapat memanggil kaum muslim untuk menunaikan shalat". Orang itu berkata lagi, "Maukah kamu kuajari cara yang lebih baik? dan aku menjawab, "ya" dan dia berkata lagi dengan suara yang amat lantang:
Allahu Akbar Allahu Akbar 2x
Asyhadu alla ilaha illallah 2x
Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah 2x
Hayya 'alash sholah 2x
Hayya 'alal falah 2x
Allahu Akbar Allahu Akbar
La ilaha illallah
Ketika esoknya aku bangun, aku menemui Nabi Muhammad ﷺ, dan menceritakan perihal mimpi itu kepadanya, kemudian Nabi Muhammad ﷺ, berkata, "Itu mimpi yang sebetulnya nyata. Berdirilah disamping Bilal dan ajarilah dia bagaimana mengucapkan kalimat itu. Dia harus mengumandangkan adzan seperti itu dan dia memiliki suara yang amat lantang." Lalu akupun melakukan hal itu bersama Bilal." Rupanya, mimpi serupa dialami pula oleh Umar. Ia juga menceritakannya kepada Nabi Muhammad ﷺ.
Setelah lelaki yang membawa lonceng itu melafalkan adzan, dia diam sejenak, lalu berkata: "Kau katakan jika shalat akan didirikan:
Allahu Akbar, Allahu Akbar
Asyhadu alla ilaha illallah
Asyhadu anna Muhammadarrasullulah
Hayya 'alash sholah
Hayya 'alal falah
Qod qomatish sholah (2x), artinya "Shalat akan didirikan"
Allahu Akbar, Allahu Akbar
La ilaha illallah
Begitu subuh, aku mendatangi Rasulullah ﷺ kemudian kuberitahu dia apa yang kumimpikan. Diapun bersabda: "Sesungguhnya itu adalah mimpi yang benar, insya Allah. Bangkitlah bersama Bilal dan ajarkanlah kepadanya apa yang kau mimpikan agar diadzankannya (diserukannya), karena sesungguhnya suaranya lebih lantang darimu." Ia berkata: Maka aku bangkit bersama Bilal, lalu aku ajarkan kepadanya dan dia yang beradzan. Ia berkata: Hal tersebut terdengar oleh Umar bin al-Khaththab ketika dia berada di rumahnya. Kemudian dia keluar dengan selendangnya yang menjuntai. Dia berkata: "Demi Dzat yang telah mengutusmu dengan benar, sungguh aku telah memimpikan apa yang dimimpikannya." Kemudian Rasulullah ﷺ bersabda: "Maka bagi Allah-lah segala puji."
Kejadian dalam hadits tersebut terjadi di Madinah pada tahun pertama Hijriah atau 622 M.