Misbahul Fadli

As-Saffaat 35-36

Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka:

"Laa ilaaha illallah"

(Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah)

mereka menyombongkan diri,dan mereka berkata:

"Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sembahan-sembahan kami karena seorang penyair gila?"

Powered By Misbahul Fadli

Halaman

23/12/2021

Mandi wajib

 Mandi wajib adalah mengalirkan air ke seluruh tubuh disertai niat untuk menghilangkan hadas besar. 

Hal-hal yang menyebabkan kita untuk mandi besar adalah:

1. Bersetubuh

2. Bermimpi (baligh)

3. Haid

4. Nifas


 tata cara mandi wajib

Tata cara mandi wajib yaitu ada rukun mandi wajib dan sunnah mandi wajib.


Rukun mandi wajib:


1. Niat

“Nawaitul ghusla liraf'il hadatsil akbari fardlon lillahi ta'ala”

Yang artinya;“Aku niat mandi wajib menghilangkan hadas besar wajib karena Allah.”

2. Menyiram atau meratakan air ke seluruh tubuh dan rambut dengan air yang suci sampai merata.


Sunnah mandi wajib;

- Membaca Basmalah.

- Berwudhu sebelum mandi

- Menggosok tubuh dengan tangan.

- Mendahulukan yang kanan dari yang kiri.

- Berturut-turut.

Wudhu

 wudhu adalah menggunakan air yang suci dan mensucikan dengan cara yang khusus di empat anggota badan yaitu, wajah, kedua tangan, kepala, dan kedua kaki. Adapun sebab yang mewajibkan wudhu adalah hadats kecil. 

Rukun Wudhu:

1. Membasuh muka, para ulama membatasinya mulai dari batas tumbuh rambut sampai bawah dagu, dari telinga ke telinga

2. Membasuh kedua tangan sampai ke siku; yaitu pergelangan lengan

3. Mengusap kepala (rambut) keseluruhannya menurut 

4. Membasuh kedua kaki sampai ke mata kaki

Itulah empat rukun yang tercantum secara tekstual dalam ayat wudhu di Al-Ma’idah ayat 6. Tapi, masih ada 2 tambah, yaitu:

1. Niat. Ini menurut Imam Syafi’i, Malik, dan Ahmad sesuai dengan sabda Nabi saw., “Sesungguhnya semua amal itu tergantung niat.” (Muttafaq alaih). Urgensi niat adalah untuk membedakan antara ibadah dari kebiasaan. Namun, tidak disyaratkan melafalkan niat karena niat itu berada di dalam hati.

2. Tertib. Maksudnya, berurutan. Dimulai dari membasuh muka, tangan, mengusap kepala, lalu memabasuh kaki. Menurut Abu Hanifah dan Malikiyah, melakukan wudhu dengan tertib hukumnya sunnah.


Sunnah Wudhu:

1. Membaca Basmalah. Ini adalah sunnah yang harus diucapkan saat memulai semua pekerjaan. Rasulullah saw. bersabda, “Berwudhulah dengan menyebut nama Allah.” (Al-Baihaqi)

2. Bersiwak. Ini sesuai dengan sabda Nabi saw., “Jika tidak akan memberatkan umatku, akan aku perintahkan mereka bersiwak setiap kali berwudhu.” (Malik, Asy Syaf’iy, Al-Baihaqi, dan Al-Hakim). Disunnahkan pula bersiwak bagi orang yang berpuasa, seperti dalam hadits Amir bin Rabi’ah r.a. berkata, “Aku melihat Rasulullah saw. tidak terhitung jumlahnya bersiwak dalam keadaan berpuasa.” (Ahmad, Abu Daud, At-Tirmidzi). Menurut Imam Syafi’i, bersiwak setelah bergeser matahari bagi orang yang berpuasa, hukumnya makruh.

3. Membasuh dua telapak tangan tiga kali basuhan di awal wudhu, sesuai hadits Aus bin Aus Ats-Tsaqafiy r.a. berkata, “Aku melihat Rasulullah saw. berwudhu dan membasuh kedua tangannya tiga kali.” (Ahmad dan An Nasa’i)

4. Berkumur, menghisap air ke hidung dan menyemburkannya keluar. Terdapat banyak hadits tentang hal ini. Sunnahnya dilakukan secara berurutan, tiga kali, menggunakan air baru, menghisap air ke hidung dengan tangan kanan dan menyemburkannya dengan tangan kiri, menekan dalam menghisap kecuali dalam keadaan puasa.

5. Menyisir jenggot dengan jari-jari tangan. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah meriwayatkannya dari Utsman dan Ibnu Abbas r.a.

6. Mengulang tiga kali basuhan. Banyak sekali hadits yang menerangkannya

7. Memulai dari sisi kanan sebelum yang kiri, seperti dalam hadits Aisyah r.a., “Rasulullah saw. sangat menyukai memulai dari yang kanan ketika memakai sandal, menyisir, bersuci, dan semua aktivitasnya.” (Muttafaq alaih)

8. Menggosok, yaitu menggerakkan tangan ke anggota badan ketika mengairi atau sesudahnya. Sedang bersambung artinya terus menerus pembasuhan anggota badan itu tanpa terputus oleh aktivitas lain di luar wudhu. Hal ini diterangkan dalam banyak hadits. Menggosok menurut madzhab Maliki termasuk dalam rukun wudhu, sedang terus menerus termasuk dalam rukun wudhu menurut madzhab Maliki dan Hanbali.

9. Mengusap dua telinga, seperti yang diriwayatkan oleh Abu Daud, Ahmad dan At-Thahawiy dari Ibnu Abbas dan Al-Miqdam bin Ma’ di Kariba

10. Membasuh bagian depan kepala, dan memperpanjang basuhan di atas siku dan mata kaki. Seperti dalam hadits Nabi saw., “Sesungguhnya umatku akan datang di hari kiamat dalam keadaan putih berseri dari basuhan wudhu.”

11. Berdoa setelah wudhu, seperti dalam hadits Ibnu Umar r.a., Rasulullah saw. bersabda, “Tidak ada seorangpun di antara kalian yang berwudhu dan menyempurnakannya, kemudian berdo’a: أَشهَدُ أَنْ لَا إله إلّا اللَّهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ له، وأشْهَدُ أنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوله 

Aku Bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, Maha Esa tiada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Pasti akan dibukakan baginya pintu-pintu surga yang delapan itu, dan dipersilahkan masuk dari mana saja.” (Muslim)

Sedangkan doa ketika berwudhu, tidak pernah ada riwayat yang menerangkan sedikitpun.

12. Shalat sunnah wudhu dua rakaat, seperti dalam hadits Uqbah bin Amir r.a. berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Tidak ada seorangpun yang berwudhu dan menyempurnakan wudhunya, kemudian shalat dua rakaat dengan menghadap wajah dan hatinya, maka wajib baginya surga.” (Muslim, Abu Daud, dan Ibnu Majah)


Adzan

 Adzan merupakan panggilan ibadah bagi umat islam untuk menunaikan shalat fardu. Adzan dikumandangkan oleh seorang muadzin dari tempat ibadah (mesjid/muhollah) setiap memasuki waktu shalat lima waktu. Panggilan kedua setelah azan dinamakan iqamah digunakan untuk memberitahu umat bahwa ibadah shalat berjamaah dimulai. 

Lafal adzan:

2x ٱللَّٰهُ أَكْبَرُ ٱللَّٰهُ أَكْبَرُ 

Allah maha besar Allah maha besar

2x أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَٰهَ إِلَّا ٱللَّٰهُ

Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah

2x أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ ٱللَّٰهِ

Aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad utusan Allah

2x حَيَّ عَلَىٰ ٱلصَّلَاةِ

Mari kita menunaikan Shalat

2x حَيَّ عَلَىٰ ٱلْفَلَاحِ

Mari kita meraih kemenangan

(Adzan Subuh) 2x ٱلصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنَ ٱلنَّوْمِ

Shalat lebih baik daripada tidur

ٱللَّٰهُ أَكْبَرُ ٱللَّٰهُ أَكْبَر

Allah maha besar Allah maha besar

لَا إِلَٰهَ إِلَّا ٱللَّٰهُ 

Tiada Tuhan selain Allah 


Lafal iqaamah:

 ٱللَّٰهُ أَكْبَرُ ٱللَّٰهُ أَكْبَرُ 

Allah maha besar Allah maha besar

 أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَٰهَ إِلَّا ٱللَّٰهُ

Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah

 أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ ٱللَّٰهِ

Aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad utusan Allah

 حَيَّ عَلَىٰ ٱلصَّلَاةِ

Mari kita menunaikan Shalat

 حَيَّ عَلَىٰ ٱلْفَلَاحِ

Mari kita meraih kemenangan

قَدْ قَامَتِ الصَّلَاةُ ،قَدْ قَامَتِ الصَّلَاةُ

Sesungguhnya sudah hampir mengerjakan sholat.

ٱللَّٰهُ أَكْبَرُ ٱللَّٰهُ أَكْبَر

Allah maha besar Allah maha besar

لَا إِلَٰهَ إِلَّا ٱللَّٰهُ 

Tiada Tuhan selain Allah


doa sebelum azan dikumandangkan:

سُبْحَانَ اللّـهِ وَالْحَمْدُ لِلّهِ وَلآ اِلهَ اِلَّا اللّهُ وَاللّهُ اكْبَر, وَلآ حَوْلَ وَلآ قٌوّةَ اِلّا بِآللّهِ العَلِئىُّ العَظِيْمِ, اللهُمَّ صَلّ وسَلِمْ عَلى سَيِدِنَا مُحَمَّدٍ اللّهُ يَا كَرِيْمُ.

doa sesudah azan dikumandangkan:

للهُمَّ رَبَّ هذِهِ الدَّعْوَةِ التَّآمَّةِ، وَالصَّلاَةِ الْقَآئِمَةِ، آتِ مُحَمَّدَانِ الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ وَالشَّرَفَ وَالدَّرَجَةَ الْعَالِيَةَ الرَّفِيْعَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًامَحْمُوْدَانِالَّذِىْ وَعَدْتَهُ اِنَّكَ لاَتُخْلِفُ الْمِيْعَادَ


Kriteria muadzin:

Muslim dan berakal

Baik agamanya

Diutamakan orang dewasa, namun jika terpaksa anak kecil tidak mengapa

Memiliki sifat amanah

Tidak menerima upah adzan

Suara muadzin lantang dan merdu


Ketentuan dan tata cara adzan:

Muazin disunahkan suci dari hadas besar dan kecil

Berdiri

Muadzin menghadap ke arah kiblat ketika mengumandangkan adzan;

Melakukan adzan ditempat tinggi, atau dengan pengeras suara;

Memperhatikan tajwid, memperlambat adzan dan mempercepat iqamah;

Meletakkan jari-jari di telinga ketika adzan

Menengok ke kanan dan ke kiri ketika hayya’alatain


Apabila mendengar suara adzan, disunahkan untuk menjawab adzan tersebut sebagaimana yang diucapkan oleh muadzin, kecuali apabila muadzin mengucapkan: "Hayya alash-shalah", "Hayya alal-falah", dan "Ashsalatu khairum minan-naum" (dalam adzan Subuh).

Apabila muadzin mengucapkan "Hayya alash-shalah" atau "Hayya alal-falah", disunahkan menjawabnya dengan lafal "La haula wa la quwwata illa billahil 'aliyyil 'azhim" yang artinya "Tiada daya dan tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah". Apabila muadzin mengucapkan "Ashsalatu khairum minan-naum" dalam adzan Subuh, disunahkan menjawabnya dengan lafal "Shadaqta wa bararta wa ana 'ala dzalika minasy syahidin" yang artinya "Benarlah engkau dan baguslah ucapanmu dan saya termasuk orang-orang yang menyaksikan kebenaran itu".


Sejarah adzan dan iqamah

Adzan mulai disyariatkan pada tahun kedua Hijriah. Mulanya, pada suatu hari Nabi Muhammad ﷺ mengumpulkan para sahabat untuk memusyawarahkan bagaimana cara memberitahu masuknya waktu shalat dan mengajak orang ramai agar berkumpul ke masjid untuk melakukan shalat berjamaah.

Di dalam musyawarah itu ada beberapa usulan. Ada yang mengusulkan supaya dikibarkan bendera sebagai tanda waktu shalat telah masuk. Apabila benderanya telah berkibar, hendaklah orang yang melihatnya memberitahu kepada umum. Ada juga yang mengusulkan supaya ditiup trompet seperti yang biasa dilakukan oleh pemeluk agama Yahudi.

Ada lagi yang mengusulkan supaya dibunyikan lonceng seperti yang biasa dilakukan oleh orang Nasrani. Ada seorang sahabat yang menyarankan bahwa manakala waktu shalat tiba, maka segera dinyalakan api pada tempat yang tinggi di mana orang-orang bisa dengan mudah melihat ke tempat itu, atau setidaknya, asapnya bisa dilihat orang walaupun berada di tempat yang jauh. Yang melihat api itu, hendaklah datang menghadiri shalat berjamaah.

Semua usulan yang diajukan itu ditolak oleh Nabi. Tetapi, dia menukar lafal itu dengan assalatu jami’ah (marilah shalat berjamaah). Lantas, ada usul dari Umar bin Khattab jika ditunjuk seseorang yang bertindak sebagai pemanggil kaum Muslim untuk shalat pada setiap masuknya waktu shalat. Kemudian saran ini bisa diterima oleh semua orang dan Nabi Muhammad ﷺ juga menyetujuinya. 


Asal muasal

Lafal adzan tersebut diperoleh dari hadis tentang asal muasal adzan dan iqamah:

Abu Daud mengisahkan bahwa Abdullah bin Zaid berkata sebagai berikut: "Ketika cara memanggil kaum muslimin untuk shalat dimusyawarahkan, suatu malam dalam tidurku aku bermimpi. Aku melihat ada seseorang sedang menenteng sebuah lonceng. Aku dekati orang itu dan bertanya kepadanya, "apakah ia bermaksud akan menjual lonceng itu? Jika memang begitu, aku memintanya untuk menjual kepadaku saja". Orang tersebut justru bertanya," Untuk apa?" Aku menjawabnya, "Bahwa dengan membunyikan lonceng itu, kami dapat memanggil kaum muslim untuk menunaikan shalat". Orang itu berkata lagi, "Maukah kamu kuajari cara yang lebih baik? dan aku menjawab, "ya" dan dia berkata lagi dengan suara yang amat lantang:

Allahu Akbar Allahu Akbar 2x

Asyhadu alla ilaha illallah 2x

Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah 2x

Hayya 'alash sholah 2x

Hayya 'alal falah 2x

Allahu Akbar Allahu Akbar

La ilaha illallah

Ketika esoknya aku bangun, aku menemui Nabi Muhammad ﷺ, dan menceritakan perihal mimpi itu kepadanya, kemudian Nabi Muhammad ﷺ, berkata, "Itu mimpi yang sebetulnya nyata. Berdirilah disamping Bilal dan ajarilah dia bagaimana mengucapkan kalimat itu. Dia harus mengumandangkan adzan seperti itu dan dia memiliki suara yang amat lantang." Lalu akupun melakukan hal itu bersama Bilal." Rupanya, mimpi serupa dialami pula oleh Umar. Ia juga menceritakannya kepada Nabi Muhammad ﷺ.

Setelah lelaki yang membawa lonceng itu melafalkan adzan, dia diam sejenak, lalu berkata: "Kau katakan jika shalat akan didirikan:

Allahu Akbar, Allahu Akbar

Asyhadu alla ilaha illallah

Asyhadu anna Muhammadarrasullulah

Hayya 'alash sholah

Hayya 'alal falah

Qod qomatish sholah (2x), artinya "Shalat akan didirikan"

Allahu Akbar, Allahu Akbar

La ilaha illallah

Begitu subuh, aku mendatangi Rasulullah ﷺ kemudian kuberitahu dia apa yang kumimpikan. Diapun bersabda: "Sesungguhnya itu adalah mimpi yang benar, insya Allah. Bangkitlah bersama Bilal dan ajarkanlah kepadanya apa yang kau mimpikan agar diadzankannya (diserukannya), karena sesungguhnya suaranya lebih lantang darimu." Ia berkata: Maka aku bangkit bersama Bilal, lalu aku ajarkan kepadanya dan dia yang beradzan. Ia berkata: Hal tersebut terdengar oleh Umar bin al-Khaththab ketika dia berada di rumahnya. Kemudian dia keluar dengan selendangnya yang menjuntai. Dia berkata: "Demi Dzat yang telah mengutusmu dengan benar, sungguh aku telah memimpikan apa yang dimimpikannya." Kemudian Rasulullah ﷺ bersabda: "Maka bagi Allah-lah segala puji."

Kejadian dalam hadits tersebut terjadi di Madinah pada tahun pertama Hijriah atau 622 M.

Thaharah

 Thaharah menurut bahasa bersuci, sedangkan menurut istilah mensucikan diri dari hadast kecil maupun besar dan najis. 

Thaharah adalah syarat sah dalam shalat (mengahadap Allaah). Tidak mungkin kita dengan keadaan kotor (tidak suci) menghadap Allaah yang maha suci. Mulai badan hingga pakaian dan hati pun harus bersih wangi dan suci, maka dari itu thahara dalam islam hukumnya wajib. Selain itu thahara juga untuk menjaga agar terhindar penyakit (virus), hal yang menjijikkan.

Thahara terbagi menjadi dua, yakni:

1. Thaharah Ma'nawiyah, yaitu membersihkan diri dari kotoran batin berupa dosa dan penyakit hati seperti iri, dengki, takabur, dan lain-lain. Cara membersihkannya dengan melakukan taubatan nashuha (bertaubat dengan sungguh sungguh) yaitu memohon ampun dan berjanji tidak akan mengulanginya. 

2. Thaharah Hissiyah

Thaharah hissiyah adalah membersihkan bagian tubuh yang terkena najis maupun hadas. Untuk membersihkan dari najis dan hadas ini, bisa dilakukan dengan berwudhu, mandi wajib, serta tayamum (bila dalam kondisi tidak ada air). 


Untuk melakukan thaharah, ada beberapa media yang bisa digunakan, yakni air, debu yang suci, dan batu untuk diinjak. Jenis air dari segi hukum:

-Air suci dan dapat mensucikan, seperti air sumur, air sungai, air hujan, air yang mengalir,dll


-Air yang dapat mensucikan tapi makruh hukumnya, seperti air yang dijemur di tempar logam bukan emas

-Air yang tidak dapat mensucikan, seperti air yang kurang dari dua kulah,

air yang sifatnya berubah (air teh, air kopi, air berbau), 

dan air yang diperoleh dari mencuri.

ada tujuh macam air dalam kategori ini

المياه التي يجوز التطهير بها سبع مياه: ماء السماء، وماء البحر، وماء النهر، وماء البئر

وماء العين, وماء الثلج، وماء البرد


Artinya: "Air yang dapat digunakan untuk bersuci ada tujuh macam, yakni air hujan, air laut, air sungai, air sumur, air mata air, dan air salju, dan air dari hasil hujan es."

Ketujuh macam air ini disebut sebagai air mutlak selama masih pada sifat asli penciptaannya. Bila sifat asli penciptaannya berubah maka tidak lagi disebut air mutlak dan hukum penggunaannya pun berubah.

Tata Cara Thaharah

Adapaun tata cara yang harus dilakukan seseorang saat ingin mensucikan diri atau thaharah, meliputi:


1. Mandi Wajib


Istilah mandi wajib dalam thaharah yaitu mengalirkan air ke seluruh tubuh dari ujung kepala hingga kaki. Mandi wajib ini harus dibarengi dengan membaca niat berikut ini:


نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ اْلحَدَثِ اْلأَكْبَرِ مِنَ اْلِجنَابَةِ فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى


Nawaitul ghusla liraf'il-hadatsil-akbari fardhal lillaahi ta'aala


Artinya: "Aku niat mandi untuk menghilangkan hadats besar dari janabah, fardhu karena Allah ta'ala."

Menurut madzhab Syafi'i, saat membaca niat harus dibarengi dengan menyiram tubuh dengan air secara merata. Untuk bagian tubuh yang berbulu atau berambut, harus menggunakan air mengalir. 

2. Berwudhu


Thaharah dengan berwudhu digunakan untuk menghilangkan hadas kecil ketika akan sholat. Orang yang hendak melaksanakan sholat, sudah wajib hukumnya melakukan wudhu. Wudhu merupakan syarat sah pelaksanaan sholat.


Thaharah dengan berwudhu juga sama halnya dengan mandi wajib, yang diawali dengan membaca niat yang berbunyi:


نَوَيْتُ الْوُضُوْءَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ اْلاَصْغَرِ فَرْضًاِللهِ تَعَالَى


Nawaitul wudhuu'a liraf'il-hadatsil-ashghari fardhal lillaahi ta'aalaa.


Artinya: "Aku niat berwudu untuk menghilangkan hadas kecil karena Allah."


3. Tayamum


Thaharah tayamum merupakan cara bersuci untuk menggantikan mandi dan wudhu apabila sedang tidak ada air. Syarat tayamum adalah menggunakan tanah yang suci, tidak tercampur benda lain. Tayamum di awali dengan niat yang berbunyi:

نَوَيْتُ التَّيَمُّمَ لاِسْتِبَاحَةِ الصَّلاَةِ فَرْضً ِللهِ تَعَالَى


Nawaitut tayammuma lisstibaahatishsholaati fardhol lillaahi taala


Artinya: "Saya niat tayamum agar diperbolehkan melakukan fardu karena Allah."

21/12/2021

Hadas

 Hadas terbagi menjadi kecil dan besar yang diartikan sebagai keadaan tidak suci. Kondisi hadas mengakibatkan ibadah seseorang yang sudah baligh dan berakal hukumnya tidak sah.

1. Hadas kecil

Segala suatu peristiwa atau kejadian yang menyebabkan seseorang harus bersuci dengan berwudhu atau tayamum. Hal-hal yang termasuk ke dalam hadas kecil adalah:

Keluar sesuatu dari dua lubang yaitu qubul dan dubur

Bersentuhan langsung antara kulit laki-laki dan kulit perempuan yang sudah baligh dan bukan mahramnya

Menyentuh kemaluan, baik kemaluan sendiri maupun kemaluan orang lain dengan telapak tangan atau jari. Rasulullah SAW pernah bersabda mengenai hal ini,

وَعَنْ بُسْرَةَ بِنْتِ صَفْوَانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : { مَنْ مَسَّ ذَكَرَهُ فَلْيَتَوَضَّأْ } أَخْرَجَهُ الْخَمْسَةُ ، وَصَحَّحَهُ التِّرْمِذِيُّ وَابْنُ حِبَّانَ ، وَقَالَ الْبُخَارِيُّ : هُوَ أَصَحُّ شَيْءٍ فِي هَذَا الْبَابِ

Artinya: Dari Busrah bin Shafwan RA, sesungguhnya Rasulullah SAW telah bersada: "Siapa yang menyentuh kemaluannya hendaklah ia berwudhu," (HR Lima Ahli Hadis).

Hilang kesadaran, seperti tidur nyenyak, gila, pingsan, atau mabuk. Rasulullah SAW bersabda,

رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلاَثَةٍ: عَنِ الْمَجْنُوْنِ حَتَّى يَفِيْقَ، وَعَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ، وَعَنِ الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ.

Artinya: "Telah diangkat pena dari tiga perkara yaitu dari anak-anak sehingga ia dewasa (baligh), dari orang tidur sehingga ia bangun, dan dari orang gila sehingga ia sehat kembali," (HR Abu Dawud dan Ibnu Majah).

2. Hadas besar

Segala sesuatu atau kondisi yang menyebabkan seseorang harus bersuci dengan mandi wajib. Hal-hal yang termasuk ke dalam hadas besar adalah:

Keluar darah bagi perempuan, berupa haid (darah yang keluar setiap bulan), nifas (darah yang keluar setelah melahirkan), maupun wiladah (darah yang keluar ketika melahirkan)

Keluar air mani, baik disebabkan karena mimpi basah atau sebab lain

Hubungan suami istri (Jima'), baik yang keluar mani atau pun tidak. Sebagaimana sesuai dengan sabda Rasulullah SAW,

إذَا جَلَسَ بَيْنَ شُعَبِهَا الْأَرْبَعِ وَمَسَّ الْخِتَانُ الْخِتَانَ فَقَدْ وَجَبَ الْغُسْلُ وَإِنْ لَمْ يُنْزِل

Artinya: "Bila seorang lelaki duduk di antara empat potongan tubuh wanita (dua tangan dan dua kaki) dan tempat khitan (laki-laki) bertemu tempat khitan (wanita) maka sungguh wajib mandi meskipun tidak keluar mani," (HR Muslim).


Meninggal dunia. Hal ini didasarkan pada hadits Nabi sebagai berikut,

وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا: أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ فِي الذِي سَقَطَ عَنْ رَاحِلَتِهِ فَمَاتَ: ( اغْسِلُوهُ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ, وَكَفِّنُوهُ فِي ثَوْبَيْنِ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Artinya: Dari Ibnu Abbas RA, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda tentang orang yang meninggal karena terjatuh dari kendaraannya, mandikanlah dengan air dan bidara dan kafanilah dua kainnya," (HR Bukhari dan Muslim).

Syahadat

 Syahadat (ٱلشَّهَادَة) merupakan asas dan dasar dari lima rukun Islam, juga sebagai ruh, inti dan landasan seluruh ajaran Islam.

Syahadat berasal dari kata bahasa Arab yaitu syahida (شهد) yang artinya "ia telah menyaksikan". Kalimat itu dalam syariat Islam adalah sebuah pernyataan kepercayaan sekaligus pengakuan akan keesaan Tuhan (Allah) dan Muhammad sebagai rasulNya. 

Syahadat disebut juga dengan Syahadatain karena terdiri dari 2 kalimat (Dalam bahasa arab Syahadatain berarti 2 kalimat Syahadat). Kalimat pertama merupakan syahadah at-tauhid, dan kalimat kedua merupakan syahadah ar-rasul.

Kalimat pertama:

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَٰهَ إِلَّا ٱللَّٰهُ

Artinya: aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah

Kalimat kedua:

وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ ٱللَّٰه

Artinya: dan aku bersaksi bahwa nabi Muhammad utusan Allah

Jika kedua kalimat syahadat digabungkan, maka akan berbunyi:

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَٰهَ إِلَّا ٱللَّٰهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ ٱللَّٰهِ 

Artinya: Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa nabi Muhammad utusan Allah.

Pengakuan ketauhidan.

Seorang muslim hanya mempercayai Allah sebagai satu-satunya Tuhan dan tiada tuhan yang lain selain Allah. Allah adalah Tuhan dalam arti sesuatu yang menjadi motivasi atau menjadi tujuan seseorang. Dengan mengikrarkan kalimat pertama, seorang muslim memantapkan diri untuk menjadikan hanya Allah sebagai tujuan, motivasi, dan jalan hidup.


Pengakuan kerasulan.

Dengan mengikrarkan kalimat ini seorang muslim memantapkan diri untuk meyakini ajaran Allah yang disampaikan melalui seorang 'Rasul Allah,' Muhammad.

19/12/2021

Rukun islam

Rukun Islam adalah lima tindakan dasar dalam agama Islam, dianggap sebagai pondasi wajib bagi orang-orang beriman dan merupakan dasar dari kehidupan  seorang Muslim. Kesemua rukun-rukun itu terdapat pada hadits Jibril. Rukun Islam terdiri daripada lima perkara, yaitu: 

1. Syahadat 

        Syahadat artinya pernyataan atau kesaksian. Pernyatan seseorang bahwa dirinya benar benar islam mengakui bahwa tiada Tuhan selain Allaah dan nabi Muhammad utusan Allaah. Sedangkan lafalnya adalah 

اشهدان لااله الاالله واشهد ان محمد الرسول الله

Artinya: Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allaah dan aku bersaksi bahwa nabi Muhammad utusan Allaah.

2. Shalat 

    Shalat menurut bahasa berarti doa, sedangkan menurut istilah adalah suatu (ibadah) cara seorang muslim menghadap Allaah dengan perbuatan yang disertai perkataan dimulai membaca takbir dan diakhiri dengan salam.

Shalat wajib ada 17 Rakaat dibagi 5 waktu yakni;

1. Shubuh 2 rakaat 

2. Dzuhur 4 rakaat 

3. Ashar 4 rakaat 

4. Maghrib 3 rakaat 

5. Isya' 4 rakaat

Pada awalnya shalat wajib ada 100 rakaat dibagi 50waktu, dapat dispensasi menjadi 17 rakaat dibagi 5waktu (baca: shalat).

3. Zakat 

Zakat Menurut bahasa berarti pembersih, menurut istilah adalah suatu yang harus dikeluarkan sebagai pembersih. Zakat ada dua macam:

1. Zakat fitrah: yaitu pembersih apa yang masuk dalam tubuh kita/apa yang kita makan (makanan pokok) seperti makanan pokok negara indonesia adalah nasi yang terbuat dari beras, maka sebagai pembersihnya adalah menyisihkan beras untuk di zakatkan.

2. Zakat Maal: yaitu pembersih apa yang kita miliki/kekayaan (harta)

4. Puasa 

Puasa adalah menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkannya, mulai dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari dengan niat dan beberapa syarat tertentu. Puasa dibagi menjadi dua jenis, yaitu puasa wajib dan puasa sunnah.

Puasa wajib adalah puasa yang apabila dikerjakan akan mendapatkan pahala, dan jika tidak dikerjakan akan mendapatkan dosa

Contoh puasa wajib adalah :

Puasa Ramadhan

Puasa Qadha 

Puasa Kafarat

Puasa Nadzar


Puasa sunnah adalah puasa yang apabila dikerjakan akan mendapatkan pahala, tetapi jika tidak dikerjakan tidak mendapat dosa.

Contoh puasa sunnah adalah :

Puasa enam hari pada bulan Syawal

Puasa hari Arafah

Puasa hari Senin Kamis

Puasa Ayyamul Bidh

Puasa Dawud, dsb

5. Pergi haji (Jika Mampu)

Ibadah haji menurut bahasa berarti menyengaja. Sedangkan menurut istilah syariat islam berarti menyengaja mengunjungi ka'bah ketanah suci di makkah untuk melakukan beberapa rangkaian amalan ibadah dalam rukun maupun syarat-syarat yang sudah di tentukan syariatnya.

18/12/2021

Sejarah Shalat 5 waktu

Pada mulanya shalat yang diwajibkan pada waktu Isro’ Mi’roj sebanyak 50 shalat dengan rincian setiap waktu sholat (Dhuhur, Ashar, Magrib, Isya’ dan Shubuh) 10 sholat (10×5=50) dan sholat yang pertama kali dilakukan dalam Islam adalah sholat dhuhur bukan sholat subuh pada hari Isra’ karena pada saat subuh dihari itu Rasulullah ﷺ belum diajari ilmu tentang tata cara pelaksanaan sholat. Hal ini diperkuat oleh sebuah hadist Nabi yang menyatakan: “Malaikat Jibril ra turun kemudian mengajari Rasulullah ﷺ waktu-waktu shalat lengkap dengan tata caranya yang dimulai dengan sholat Dhuhur. setiap 10 sholat tersebut terdiri 2 raka’at hingga kalau dijumlah seluruhnya menjadi 100 raka’at. Kemudian Rasulullah ﷺ memohon dispensasi (pengurnganan) pada Allah ﷻ melalui pelantara Nabi Musa as sampai berbolak balik sembilan kali dan disetiap permintaan dikurangi 5 sholat sehingga akhirnya kewajiban shalat menjadi 5 waktu dalam sehari semalam (10×5=50-9×5=45=5). Lalu ada penambahan 3 rakaat pada sholat Maghrib dan 4 rakaat dalam sholat rub’iyah (Dhuhur, Ashar dan Isya’). Sedangkan menurut ulama yang lain dari awal ada dispensasi (pengurangan) sudah begitu adanya tanpa ada penambahan atau pengurangan lagi.


Dari peristiwa ini, ada pertanyaan menarik yang patut dijadikan renungan. Kenapa Nabi Musa as yang menjadi pelantara pengurang ketetapan shalat? Kok bukan Nabi Ibrahim as. Bukankah Nabi Ibrahim as yang lebih utama untuk menjadi pelantara dibanding Nabi Musa as? Jawabannya karena Nabi Ibrahim as posisinya sebagai kholillullah (kekasih Allah) dan sifat seorang kakasih adalah pasrah, sedangkan Nabi Musa as posisinya sebagai kalimullah (orang yang difirmankan Allah ﷻ) atau orang yang diajak bicara dan sifat seorang diajak berbica adalah berdiskusi dan berargumentasi.yang dimaksud dari dispensasi (pengurangan) di sana adalah pengurangan dalam jumlah sholatnya bukan kefarduannya sehingga meski hitungan sholatnya berkurang dari 50 menjadi 5 sholatan tidak mengurangi pahala 50 sholat yang dikerjakan dengan hanya 5 sholatan karena pahala 5 sholatan dilipat gandakan menjadi 10 kebaikan dan diantara hikmah dari perolehan dispensasi (pengurangan) tersebut adalah sebagai pembuktian Allah ﷻ pada para malaikat-Nya tentang kemulian baginda Muhammad dengan terkabulnya syafaat Beliau. Wallahu A’lamu...


🔎Refrensi:

•Hasyiyah asy-Syarqowi ala Thuhfatu at-Thullab, Daru al-Kutub al-Ilmiyah. Juz. 1, hal. 336

•Hasyiyah al-Bajuriy ala Ibnu Qasim, al-Hidayah. Juz. 1, hal. 118

•Hasyiyah I’anatu al-Thalibin ala Hilli al-Fadhu Fathu al-Mu’in Juz, 1. Hal, 36-37

• Syarhu al-Maulidi an-Nabawi al-Musamma al-Kaukabu al-Anwar ala ‘Aqdi al-Jauhar fi Malidi an-Nabi al-Azhar. Book Publisher. Hal. 441-442


Catatan:

Sejarah Shalat Shalat Shalat Fardlu

Sumber: Syaichona.net

Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil